Monday, 23 November 2015

Ateis Dalam Pandangan Islam


By: Khoirul Taqwim

Tak sedkit para pemikir Ilmu yang mengedepankan cara pandang melalui rasionalitas menganggap bahwa agama itu candu, bahkan menganggap Tuhan itu sudah mati. Sehingga memunculkan gagasan ateis atau disebut dengan istilah orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Berangkat dari sinilah dibutuhkan analisa yang tajam tentang keberadaan Tuhan dalam pandangan ateis maupun dalam pandangan Islam.

Bagi orang yang beriman tentunya mempercayai keberadaan Tuhan itu ada, tetapi bagi orang ateis menganggap Tuhan hanya sebatas bualan belaka. Bahkan lebih jauh lagi kitab-kitab suci dianggap hanya sebatas dongeng semata.

Ajaran ateis mengedepankan rasionalitas yang cenderung mengarah untuk menegasikan sebuah logika jiwa. Sehingga mereka para pengagum ateis lebih berkutat kepada logika akal dengan menegasikan logika jiwa. Sehingga paradigma kaum ateis lebih cenderung menonjolkan akal belaka, padahal akal terkadang tertipu hanya sebatas dalam indera penglihatan semata, tetapi tidak mampu melihat misteri dibalik suatu kondisi yang lebih rumit, sedangkan keberadaan logika akal tak jarang belum mampu menembusnya.

Kaum ateis menganggap alam semesta hanya sebatas hasil evolusi belaka, begitu juga manusia lahir dari hasil evolusi semata, bahkan lebih jauh lagi agama samawi tak lepas dari hasil evolusi kepercayaan sederhana yaitu: hasil dari evolusi kepercayaan totemisme, animisme dan dinamisme. Sehingga keyakinan tentang adanya sang maha pencipta tak lepas dari hasil evolusi keyakinan sederhana lalu menuju hasil agama samawi.

Melihat realitas tentang adanya pemahaman ateis yang mulai merasuki paradigma pemikiran para pelajar, baik pelajar dari barat maupun para pelajar dari timur, tentunya menjadi permasalahan besar bagi lembaga pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, untuk terus berupaya memberikan pemahaman secara gamblang dan jujur, untuk memilah antara logika akal dengan logika jiwa, supaya dua logika ini tidak saling tumpang tindih.

Ketika logika akal cenderung berlebihan dalam memberikan penjelasan tentang permasalahan kehidupan, tentunya yang ada nantinya akan memunculkan sebuah paradigma pemikiran ateis. Karena keyakinan dalam beragama dikupas melalui logika akal semata, tanpa melihat logika jiwa. Begitu juga kalau lebih mengedepankan logika jiwa sehingga akan memunculkan pola pikir mitologi yang berlebihan. Sehingga segala permasalahan dikaitkan dengan logika jiwa, tanpa melihat logika olah akal.

Berangkat dari pemahaman diatas Islam mengajarkan suatu olah pikir yang mengambil jalan tengah, bahwa antara logika akal dengan logika jiwa sudah seharusnya saling mengisi antara satu sama lain, tentunya untuk menguatkan keimanan bagi umat Islam, bukan malah mengambil satu sisi dan berakibat melemahkan keimanan.

Islam jelas mengajarkan bagi umat Islam untuk mngimani adanya Allah. Bahkan seseorang tidak dikatakan beriman hingga dia mengimani adanya Allah. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah. 

Islam juga mengajarkan untuk mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah.

Islam juga mengajarkan untuk mengimani kepada kitab-kitab Allah, bahwa seluruh kitab Allah adalah firman-Nya dan bukanlah ciptaanNya. 

Islam juga mengajarkan untuk mengimani kepada para rasul Allah, bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, 

Islam juga mengajarkan untuk mengimani kepada hari akhir, dan pada substansinya Islam mengajarkan rukun Iman yang terdiri dari: Beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat Allah, beriman kepada Kitab-kitab Allah, beriman kepada Para Nabi dan Rasul Allah, beriman kepada hari kiamat,  beriman kepada Qada dan Qadar.

Kembali kepada gagasan ateis yang tidak mempercayai akan adanya Tuhan, berarti ateis sama dengan mengingkari keberadaan rukun iman. Sehingga ateis sangat tidak sejalan dengan ajaran Islam yang mempercayai adanya rukun iman.

Berangkat dari argumen diatas berarti ajaran ateis sangat bertentangan dengan ajaran Islam, apalagi Islam mengajarkan Tauhid Uluhiyyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun yang batin, begitu juga Islam mengajarkan bentuk Tauhid Rububiyyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan manusia maupun keadaan alam semesta.

Semoga Allah memberi petunjuk dan jalan kebaikan bagi mereka yang mau memahami makna keimanan yang tersurat maupun yang tersirat, Amin......