Saturday, 16 June 2012

Subhanallah, Inilah Jejaring Sosial Indonesia Versi 2012




Bangsa Indonesia merupakan negara makmur yang terletak dikawasan Asia Tenggara. Bahkan bangsa Indonesia salah satu negara primadona dunia dengan berbagai wisata yang tersebar di Nusantara. Sungguh ini merupakan sebuah anugerah terindah buat seluruh masyarakat dari Sabang sampai Merauke.

Seiring kemajuan zaman diera 2012. Bangsa Indonesia terus berbenah diri di segala aspek kehidupan, baik masalah sosial, budaya, ekonomi, tehnologi dan masih banyak lagi persoalan yang terus di benahi di negeri Indonesia, agar kedepan bangsa Indonesia mampu berbicara ditingkat regional maupun Internasional dalam mengemban sebuah amanah kemajuan zaman.

Keberadaan bangsa Indonesia di tahun 2012 merupakan sebuah era tumbuh berkembang dalam segala bidang. Sehingga di tahun 2012 bangsa Indonesia melakukan berbagai strategi dalam membangun diberbagai bidang, khususnya masalah jejaring sosial sebagai alat komunikasi dan informasi. Mengingat komunikasi dan informasi salah satu alat yang sangat urgen bagi masyarakat secara menyeluruh, agar mempermudah dalam menjalin hubungan sesama teman maupun sesama kerabat, tentu dengan tujuan mencapai kemaslahatan secara universal.

Jejaring sosial Indonesia versi 2012 berusaha menjawab kemajuan zaman yang kian hari mulai pelik. Berangkat dari sinilah masyarakat sangat membutuhkan sebuah informasi dan komunikasi yang serba cepat dalam melihat realita yang kian mulai kencang dalam melakukan berbagai kajian tentang kehidupan masyarakat.

Jejaring sosial kiber salah satu jejaring Indonesia versi 2012 yang berusaha membangun sebuah komunikasi dan informasi dengan cepat dan tepat, agar masyarakat dapat secepat mungkin mengakses berbagai komunikasi dan informasi yang unik maupun dalam bentuk yang lain. Bahkan masyarakat dapat memberikan sebuah kabar disaat ada kabar yang nampak layak sebagai bahan informasi buat khalayak umum.

Maka kami mengucapkan dari hati yang paling dalam, selamat mencoba jejaring sosial kiber dengan alamat www.kitaberbagi.com. Dan semoga jejaring sosial Indonesia versi 2012 dengan sebutan jejaring sosial kiber, semakin bagus dan cerdas sebagai wadah komunikasi dan informasi buat sahabat dimanapun berada, Amiin..........

Westernisasi Berlindung di Balik HAM



HAM bagai senjata ampuh yang digunakan bangsa barat dalam memasukkan berbagai gagasan, baik yang menyimpang maupun yang masih bisa di nalar secara budaya masyarakat Nusantara. Sebab HAM tak jarang telah dijadikan pembenaran diri dari bangsa barat dalam melakukan berbagai aksi olah pikir maupun olah dalam bentuk tindakan, tentu dengan tujuan melakukan ekspansi di segala bidang dan arah dalam kehidupan masyarakat secara luas.

Keberadaan HAM memang begitu mulus saat dijadikan senjata ampuh bangsa barat dalam menekan lawan politis, apalagi disaat terdapat bangsa dunia ketiga yang berseberangan dengan kepentingan bangsa barat. Maka dengan segala cara bangsa barat melakukan sebuah tindakan mencari sebuah kesalahan dengan pembenaran HAM sebagai senjata ampuh dalam menekan para lawan politis maupun lawan dalam bentuk lainnya.

Begitu pula gerakan westernisasi sebagai gagasan bangsa barat dalam meletakkan pondasi ekspansi dalam bentuk pola pikir, baik tentang masalah sosial, budaya, agama dan berbagai bidang lainnya. Semua gerakan westernisasi mengarah pada bentuk ekspansi bangsa barat dalam memasukkan sebuah gagasan yang punya andil kepentingan bagi bangsa barat.

Pola pikir bangsa barat tentang westernisasi bukan hal baru dalam melakukan berbagai aksi. Bahkan westernisasi telah di bungkus dengan istilah HAM. Sehingga bangsa barat dengan melakukan sebuah gerakan westernisasi dengan belindung di balik HAM, agar gerakan westernisasi tidak terlihat secara memaksa. Namun gerakan westernisasi dapat terlihat secara halus, dan dapat terealisasi dengan mudah dalam melakukan berbagai aksi.

Kebebasan ala HAM sering digaungkan para pengusung westernisasi, agar serangkaian gerakan westernisasi terlihat menarik dan baik dalam penilaian masyarakat secara luas, padahal semua itu hanya sebuah tipu daya para pemikir bangsa barat dalam meletakkan pondasi westernisasi.

Saat berbicara tentang masalah HAM, para pengusung westenisasi begitu cantik memoles sebuah bahasa dengan indah, seperti kampanye Irshad Manji dalam pembenaran diri tentang gay dan lesbi. Bahkan tak jarang Irshad Manji menggunakan istilah kebebasan individu dalam mengukur tentang kebebasan HAM sebagai bentuk gerakan westernisasi, tentu gerakan Irshad Manji mengundang polemik bagi kalangan masyarakat secara luas. Sebab kampanye Irshad Manji sudah bicara tidak sekedar masalah HAM, tetapi sudah mengarah pada westernisasi tentang penghalalalan gay dan lesbi di tengah-tengah kehidupan beragama dan bernegara.

Lebih ironis lagi, westernisasi yang digagas Irshad Manji sudah mengarah pada ajaran Islam. Bahwa Islam Seolah-olah menghalalkan tindakan gay dan lesbi, padahal Islam sangat tegas dalam memberi sebuah gambaran tentang gay dan lesbi merupakan sebuah tindakan yang jauh dai Nilai-nilai Islam.

Masalah gay dan lesbi mengingatkan sejarah Nabi Luth dalam berjuang mengingatkan para kaum Sadum, tetapi para kaum Sadum tidak mau meninggalkan tindakan gay dan lesbi, akhirnya azab Allah datang menimpa kaum Sadum. Berangkat dari kisah singkat ini dapat di ambil sebuah pelajaran. Bahwa kaum gay dan lesbi merupakan tindakan yang sangat melanggar dari bangunan norma agama dan berbagai Norma-norma tentang kearifan lokal yang terdapat di bumi Nusantara.

Keberadaan gay dan lesbi yang di kampanyekan Irshad Manji merupakan sebuah bentuk westernisasi, tetapi Irshad Manji dalam kampanyenya tentang gay dan lesbi berlindung di balik istilah humanisme yang terdapat dalam Nilai-nilai HAM. Sehingga masyarakat nusantara sudah semestinya jeli membedakan antara westernisasi dengan HAM, tetapi sayangnya rumusan HAM yang di bangun bangsa barat cenderung mengarah pada pembenaran diri tentang gerakan westernisasi. Sebab HAM dalam kaca mata bangsa barat telah dijadikan sebuah pembenaran diri dalam membendung maupun melawan segala tindakan yang menyimpang dari kepentingan bangsa barat.

Westernisasi di balik HAM merupakan sebuah bentuk penerapan ekspansi ala bangsa barat dalam melakukan berbagai ekspansi ditengah-tengah kehidupan masyarakat secara luas, tentu dengan tujuan mengeruk kekayaan dan membuat kekacauan dalam budaya dan kehidupan masyarakat di Nusantara.

Berangkat dari tulisan sederhana ini dapat di ambil sebuah pembelajaran tentang westernisasi yang di bungkus dengan rapi melalui istilah HAM sebagai bentuk pengejawantahan tentang humanisme ala bangsa barat. Sebab semua itu tak lepas dari bentuk tipu daya bangsa barat, untuk meletakkan pondasi ekspansi di segala bidang dengan jalan westernisasi sebagai alat kekuasaan bangsa barat dalam mencengkeram di bumi Nusantara. Semoga Allah memberi rahmat dan berkah kepada para pemikir Islam di seluruh Nusantara, Amiin..............

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
..............

NU Dalam Lingkaran Liberal dan Tradisional



NU merupakan sebuah organisasi masyarakat terbesar di seluruh Nusantara. Namun dalam perjalanan sebuah ormas NU tidak jarang menghadapi berbagai Lika-liku peliknya sebuah tantangan zaman. Sehingga memaksa NU berijtihad dalam mengambil sebuah gambaran, untuk memutuskan tentang sebuah permasalahan yang terjadi dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat.

Salah satu contoh kecil yang masih hangat di telinga masyarakat luas, tentang masalah Lady Gaga yang datang ke-Indonesia, sebagian petinggi NU menilai kedatangan Lady Gaga tidak bermasalah bagi masyarakat NU, tetapi sebagian lagi petinggi NU mengatakan. Bahwa Lady Gaga harus di tolak. Karena tidak sesuai dengan Nilai-nilai luhur masyarakat Nusantara.

Kalangan petinggi NU sebagian berasal dari petinggi Islam liberal. Sehingga nampak wajar NU mulai digiring dalam pola pikir yang cenderung mengadopsi paradigma bangsa barat, tetapi tidak jarang pula para Kyai NU masih berpikir ala kearifan lokal dengan mengedepankan kemaslahatan secara menyeluruh, dan tentu lebih cenderung menggunakan pola pikir tradisional sebagai pijakan dalam melawan segala bentuk westernisasi.

Kalangan liberal masuk dalam wilayah agama dengan mengangkat istilah kebebasan berpikir dan berlindung di balik humanisme, padahal humanisme yang di gagas Islam liberal cenderung mengarah pada pola pikir westernisasi. Inilah sebuah realita yang harus di waspadai masyarakat NU, agar tidak gampang terlena dengan istilah humanisme, tetapi sejatinya cenderung mengarah pada pola pikir dengan bentuk bangunan westernisasi.

NU dalam lingkaran liberal dan tradisional merupakan sebuah pertarungan yang unik, mengapa tidak? Sebab NU mempunyai puluhan juta penganut dalam kehidupan masyarakat. Sehingga sangat wajar NU menjadi ujung tombak sebuah peradaban dalam menumbuh kembangkan atas kemajuan Islam di Nusantara.

Keberadaan NU menjadi jalan licin Islam liberal dengan berusaha memasukkan gagasan pola pikir liberalisme, agar masyarakat NU dapat menerima gagasan bangsa barat dalam menerjemahkan tentang berbagai persoalan, padahal tak jarang gagasan bangsa barat berbenturan dengan Nilai-nilai kearifan lokal.

Islam liberal sangat menginginkan memasuki dalam wilayah NU, agar pola pikir Islam liberal dapat sesegera mungkin di terima di kalangan NU secara universal. Sehingga gagasan westernisasi dengan berkedok humanisme dan pluralisme dapat dengan cepat menyebar dalam tubuh masyarakat NU.

Keberadaan paradigma Islam tradisional masih sangat kental dalam tubuh masyarakat NU. Sehingga Islam tradisional akan menjadi penghalang gagasan Islam liberal dalam mengembangkan paradigma di tubuh masyarakat NU, walaupun tidak menutup kemungkinan NU akan terpecah dalam wadah Islam liberal dan Islam tradisional.

Memang bangsa barat begitu pandai dalam bermain politis di tingkat sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Sehingga NU sangat dilirik dalam upaya bangsa barat, untuk melakukan ekspansi dengan bentuk westernisasi sebagai jalan memasukkan gagasan bangsa barat dengan istilah humanisme dan pluralisme.

NU merupakan ormas terbesar di Nusantara telah menjadi incaran bangsa barat, untuk memasukkan sebuah gagasan tentang liberal yang sangat jauh dari Nilai-nilai kearifan lokal. Sebab kalau dalam teori politis, apabila petinggi NU sudah di kuasi dengan paradigma liberal, tentu westernisasi sangat mudah masuk dalam wilayah masyarakat yang lebih luas lagi.

Keberadaan Islam liberal di Indonesia dengan berbagai paradigma dengan berkedok pluralisme, humanisme dan berbagai Isme-isme lain, tentu mempunyai sebuah tujuan memasukkan sebuah gagasan tentang westernisasi dalam kehidupan masyarakat di Nusantara. Berangkat dari sinilah perlu ada sebuah kajian tentang perbedaan westernisasi dan humanisme, agar tidak terjadi serampangan dalam menerjemahkan tentang kedua istilah tersebut.

Kondisi NU sekarang telah menjadi sebuah jalan alternatif dari gagasan Islam liberal dalam memasukkan sebuah gagasan tentang westernisasi, untuk menjadikan NU sebagai corong bangsa barat dalam melakukan ekspansi diberbagai bidang. Sehingga NU harus terus menambah kewaspadaan dalam menerjemahkan sebuah kondisi, agar tidak terjebak dengan istlah humanisme dan pluralisme ala barat. Sebab humanisme berlindung atas kemanusiaan, padahal humanisme yang di bangun bangsa barat mengarah pada westernisasi. Begitu juga pluralisme sangat berbeda jauh dengan keberagaman ala tepa selira yang di bangun masyarakat pribumi.

Semoga Allah selalu memberi petunjuk kepada kami dalam membedakan kebenaran dan keburukan, agar kami tidak menjadi manusia yang sesat dalam mengarungi bahtera kehidupan, Amiin........

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).......................

Islam Liberal Terjebak Dalam Makna Kebebasan




Kebebasan salah satu nilai sebuah bentuk ekspresi dan inovasi dalam melakukan sebuah tafsir tentang polemik kehidupan. Bahkan kebebasan sudah masuk dalam ranah tafsir agama dengan sebutan Islam liberal dalam menafsirkan antara teks dan konteks, tetapi paradigma Islam liberal cenderung mengarah kepada budaya barat dalam menciptakan sebuah rumusan, padahal budaya liberal barat sering terdapat sebuah pertentangan dengan makna agama Islam.

Kelompok Islam liberal tak jarang mengatasnamakan kebebasan di saat mendapatkan sebuah serangan argumen dari pihak selain kelompoknya, padahal kalau mengakui sebuah kebebasan dalam makna sebuah bahasa secara tepat, berarti sudah siap dengan sebuah peta yang begitu kompleks dalam menanggapi sebuah realita kehidupan. Berangkat dari sinilah kebebasan telah terjebak pada gambaran individu dan kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Islam liberal dalam wadah menggagas masalah ke-Islaman.

Ketika berbicara kebebasan kita di hadapkan dengan beragam persoalan. Sebab tidak semua gagasan kebebasan positif dalam menerjemahkan sebuah realita. Bahkan kebebasan malah dapat merusak Sendi-sendi kehidupan. Karena batasan kebebasan nampak abstrak dalam pemahaman secara teks maupun konteks.

Keberadaan makna kebebasan telah di jadikan dalil Islam liberal sebagai alat dalam melindungi maupun menyerang kelompok lain. Bahkan ironis kebebasan telah di kebiri sebagai alat dalam membangun sebuah argumen, untuk menciptakan sebuah gagasan yang berpihak pada paradigma dalam dirinya, padahal kalau berbicara makna kebebasan sejati, tentu kebebasan merupakan sebuah bentuk paradigma dalam diri atas kondisi realita secara bebas, baik secara individu maupun kolektif dalam kehidupan.

Makna kebebasan sebagai bentuk pengejawantahan antara kehidupan individu dan sosial dalam menerjemahkan sebuah kehidupan. Namun dalam realita kebebasan yang di gagas Islam liberal cenderung pada kebebasan makna dalam individu, paling banter hanya sebatas kebebasan kelompok dalam Islam liberal itu sendiri atau yang sejalan dengan konsep Islam liberal. Sehingga kebebasan yang di gagas Islam liberal cenderung parsial dalam memberikan suatu penilaian tentang sebuah makna.

Islam liberal sering menyuarakan tentang kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan berpendapat hanya sebatas kepentingan kelompok dan individu sendiri, namun sering menegasikan aspek paradigma dari kelompok lain. Sebab dalam paradigma Islam liberal cenderung penegasan yang berkiblat pada budaya barat, yaitu: sebuah kebebasan dalam makna dari bangsa barat, tetapi bukan makna kebebasan secara universal.

Lebih ironis lagi, ternyata Islam liberal dalam memberikan sebuah makna kebebasan sering terjebak pada paradigma dalam diri sendiri, padahal kalau memang Islam liberal menghormati sebuah kebebasan secara utuh, sudah semestinya Islam liberal mampu menghormati berbagai pendapat yang datang maupun pergi dari pihak yang berseberangan.

Masalah kaum Lesbi dan Gay yang di kampanyekan oleh Irshad Manji dapat dijadikan sebagai contoh kecil. Bahwa paradigma Islam liberal sering mengutarakan istilah saling menghargai, seperti menghargai pendapat Irshad Manji dalam kampanye kebebasan atas nama Lesbi dan Gay, tetapi di saat mendapatkan tentangan dari masyarakat Islam di Yogyakarta, ternyata kelompok Islam liberal tidak mampu menghargai sebuah perbedaan pendapat. Bahkan mengatakan kelompok yang menentang diskusi Irshad Manji merupakan kelompok yang tidak mampu menghargai sebuah perbedaan pendapat, padahal kalau di cermati secara tepat pendapat dari para penolak kampanye Irshad Manji, tentu itu termasuk salah satu sebuah bentuk kebebasan. Berangkat dari sinilah liberal telah terbukti tidak mampu memberikan sebuah pemahaman tentang sebuah makna kebebasan berpendapat secara utuh.

Islam liberal selalu menggunakan bahasa kebebasan sebagai dalil ampuh dalam melawan setiap pertarungan dengan kelompok tertentu, apalagi saat menghadapi para kelompok yang berseberangan dengan paham Islam liberal, berarti dari sinilah Islam liberal memberikan makna kebebasan begitu sempit. Sebab kalau berbicara kebebasan secara utuh, bahwa kebebasan merupakan sebuah bentuk ekspresi antara pro dan kontra sebagai bentuk kebebasan dalam berpendapat. Berangkat dari sinilah Islam liberal tidak layak menghakimi kelompok yang tidak sependapat dengan gagasan mereka dengan label Islam miring dalam memberikan gambaran kelompok yang bertentangan.

Keberadaan Islam liberal sering menggaungkan sebuah istilah keberanian dalam mengutarakan pendapat, tetapi kalau pendapat yang berseberangan dengan gagasan kelompok Islam liberal di katakan sebuah kedangkalan berpikir dalam menelaah tentang ke-Islaman, berarti keberanian Islam liberal terjebak pada logika pembenaran diri.

Islam liberal merupakan wajah baru dari budaya barat dalam memberikan sebuah syok terapi terhadap masyarakat Islam, agar masyarakat Islam dapat menerima gagasan dari bangsa barat, padahal bangsa barat sendiri tidak mau menerima paradigma dari masyarakat yang bertentangan dengan budaya mereka sendiri.

Kebebasan menjadi dalil Islam liberal sebagai alat pembenaran diri dalam melakukan sebuah serangkaian dalam membangun sebuah argumen. Namun di saat ada kelompok yang berseberangan dengan gagasan paradigma selain dari gagasan Islam liberal, ternyata di anggap tidak menghargai sebuah kebebasan, tentu itu menyalahi makna kebebasan secara kaffah.

Berangkat dari tulisan di atas, berarti Islam liberal terjebak pada istilah kebebasan dalam memberikan sebuah makna secara parsial. Sebab Islam liberal dalam memberikan makna kebebasan hanya sebatas dari cara pandang kebebasan atas paradigma diri dan kelompoknya. Namun di saat menerima penolakan gagasan dari kelompok atau individu lain, ternyata Islam liberal menganggap kelompok yang berseberangan itu tidak menghargai sebuah kebebasan, padahal kalau secara jernih memberikan sebuah makna tentang kebebasan, baik dalam bentuk penolakan atau menerima sebuah gagasan, tentu semua itu sebuah bentuk bagian dari dalil kebebasan itu sendiri. Dan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-NYA. Dia maha kuat dan maha perkasa. Maka aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
............

Islam Liberal Terjebak Dalam Makna Kebebasan



Kebebasan salah satu nilai sebuah bentuk ekspresi dan inovasi dalam melakukan sebuah tafsir tentang polemik kehidupan. Bahkan kebebasan sudah masuk dalam ranah tafsir agama dengan sebutan Islam liberal dalam menafsirkan antara teks dan konteks, tetapi paradigma Islam liberal cenderung mengarah kepada budaya barat dalam menciptakan sebuah rumusan, padahal budaya liberal barat sering terdapat sebuah pertentangan dengan makna agama Islam.

Kelompok Islam liberal tak jarang mengatasnamakan kebebasan di saat mendapatkan sebuah serangan argumen dari pihak selain kelompoknya, padahal kalau mengakui sebuah kebebasan dalam makna sebuah bahasa secara tepat, berarti sudah siap dengan sebuah peta yang begitu kompleks dalam menanggapi sebuah realita kehidupan. Berangkat dari sinilah kebebasan telah terjebak pada gambaran individu dan kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Islam liberal dalam wadah menggagas masalah ke-Islaman.

Ketika berbicara kebebasan kita di hadapkan dengan beragam persoalan. Sebab tidak semua gagasan kebebasan positif dalam menerjemahkan sebuah realita. Bahkan kebebasan malah dapat merusak Sendi-sendi kehidupan. Karena batasan kebebasan nampak abstrak dalam pemahaman secara teks maupun konteks.

Keberadaan makna kebebasan telah di jadikan dalil Islam liberal sebagai alat dalam melindungi maupun menyerang kelompok lain. Bahkan ironis kebebasan telah di kebiri sebagai alat dalam membangun sebuah argumen, untuk menciptakan sebuah gagasan yang berpihak pada paradigma dalam dirinya, padahal kalau berbicara makna kebebasan sejati, tentu kebebasan merupakan sebuah bentuk paradigma dalam diri atas kondisi realita secara bebas, baik secara individu maupun kolektif dalam kehidupan.

Makna kebebasan sebagai bentuk pengejawantahan antara kehidupan individu dan sosial dalam menerjemahkan sebuah kehidupan. Namun dalam realita kebebasan yang di gagas Islam liberal cenderung pada kebebasan makna dalam individu, paling banter hanya sebatas kebebasan kelompok dalam Islam liberal itu sendiri atau yang sejalan dengan konsep Islam liberal. Sehingga kebebasan yang di gagas Islam liberal cenderung parsial dalam memberikan suatu penilaian tentang sebuah makna.

Islam liberal sering menyuarakan tentang kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan berpendapat hanya sebatas kepentingan kelompok dan individu sendiri, namun sering menegasikan aspek paradigma dari kelompok lain. Sebab dalam paradigma Islam liberal cenderung penegasan yang berkiblat pada budaya barat, yaitu: sebuah kebebasan dalam makna dari bangsa barat, tetapi bukan makna kebebasan secara universal.

Lebih ironis lagi, ternyata Islam liberal dalam memberikan sebuah makna kebebasan sering terjebak pada paradigma dalam diri sendiri, padahal kalau memang Islam liberal menghormati sebuah kebebasan secara utuh, sudah semestinya Islam liberal mampu menghormati berbagai pendapat yang datang maupun pergi dari pihak yang berseberangan.

Masalah kaum Lesbi dan Gay yang di kampanyekan oleh Irshad Manji dapat dijadikan sebagai contoh kecil. Bahwa paradigma Islam liberal sering mengutarakan istilah saling menghargai, seperti menghargai pendapat Irshad Manji dalam kampanye kebebasan atas nama Lesbi dan Gay, tetapi di saat mendapatkan tentangan dari masyarakat Islam di Yogyakarta, ternyata kelompok Islam liberal tidak mampu menghargai sebuah perbedaan pendapat. Bahkan mengatakan kelompok yang menentang diskusi Irshad Manji merupakan kelompok yang tidak mampu menghargai sebuah perbedaan pendapat, padahal kalau di cermati secara tepat pendapat dari para penolak kampanye Irshad Manji, tentu itu termasuk salah satu sebuah bentuk kebebasan. Berangkat dari sinilah liberal telah terbukti tidak mampu memberikan sebuah pemahaman tentang sebuah makna kebebasan berpendapat secara utuh.

Islam liberal selalu menggunakan bahasa kebebasan sebagai dalil ampuh dalam melawan setiap pertarungan dengan kelompok tertentu, apalagi saat menghadapi para kelompok yang berseberangan dengan paham Islam liberal, berarti dari sinilah Islam liberal memberikan makna kebebasan begitu sempit. Sebab kalau berbicara kebebasan secara utuh, bahwa kebebasan merupakan sebuah bentuk ekspresi antara pro dan kontra sebagai bentuk kebebasan dalam berpendapat. Berangkat dari sinilah Islam liberal tidak layak menghakimi kelompok yang tidak sependapat dengan gagasan mereka dengan label Islam miring dalam memberikan gambaran kelompok yang bertentangan.

Keberadaan Islam liberal sering menggaungkan sebuah istilah keberanian dalam mengutarakan pendapat, tetapi kalau pendapat yang berseberangan dengan gagasan kelompok Islam liberal di katakan sebuah kedangkalan berpikir dalam menelaah tentang ke-Islaman, berarti keberanian Islam liberal terjebak pada logika pembenaran diri.

Islam liberal merupakan wajah baru dari budaya barat dalam memberikan sebuah syok terapi terhadap masyarakat Islam, agar masyarakat Islam dapat menerima gagasan dari bangsa barat, padahal bangsa barat sendiri tidak mau menerima paradigma dari masyarakat yang bertentangan dengan budaya mereka sendiri.

Kebebasan menjadi dalil Islam liberal sebagai alat pembenaran diri dalam melakukan sebuah serangkaian dalam membangun sebuah argumen. Namun di saat ada kelompok yang berseberangan dengan gagasan paradigma selain dari gagasan Islam liberal, ternyata di anggap tidak menghargai sebuah kebebasan, tentu itu menyalahi makna kebebasan secara kaffah.

Berangkat dari tulisan di atas, berarti Islam liberal terjebak pada istilah kebebasan dalam memberikan sebuah makna secara parsial. Sebab Islam liberal dalam memberikan makna kebebasan hanya sebatas dari cara pandang kebebasan atas paradigma diri dan kelompoknya. Namun di saat menerima penolakan gagasan dari kelompok atau individu lain, ternyata Islam liberal menganggap kelompok yang berseberangan itu tidak menghargai sebuah kebebasan, padahal kalau secara jernih memberikan sebuah makna tentang kebebasan, baik dalam bentuk penolakan atau menerima sebuah gagasan, tentu semua itu sebuah bentuk bagian dari dalil kebebasan itu sendiri. Dan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-NYA. Dia maha kuat dan maha perkasa. Maka aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
............

Paradigma Islam Tradisional Pasca Reformasi




Reformasi merupakan sebuah agenda besar dalam melakukan sebuah perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan reformasi di jadikan sebuah bentuk bangunan pembebasan dari belenggu kediktatoran dari sebuah rezim kepemimpinan. Karena reformasi merupakan salah satu proses dalam membangun sebuah peradaban bangsa secara terbuka dan berani dalam mengambil sebuah sikap, untuk mengemban amanat dan tanggung jawab suci dalam mewujudkan sebuah perubahan.

Perjalanan reformasi yang menjadi sebuah impian besar para pelopor gerakan dalam mengggulingkan rezim kepemimpinan diktator, telah mengubah paradigma kebangsaan dari tertutup menuju sebuah sistem keterbukaan. Sehingga dengan sistem terbuka mengakibatkan sebuah idiologi baru masuk keranah kebangsaan. Berangkat dari sinilah sistem keterbukaan dengan mengedepankan dalil sebuah kebebasan telah menjadikan keberagaman corak berpikir berkembang secara pesat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih jauh lagi, bahwa pasca reformasi dengan sistem keterbukaan telah masuk keranah keagamaan, agama Islam sebagai lumbung gagasan baru muncul di era reformasi dengan berbagai wajah dalam menampakkan diri saat menggagas tentang dunia ke-Islaman. Sehingga terjadilah sebuah pertarungan yang sangat gencar dalam pemahaman tentang ke-Islaman di era pasca reformasi.

Pergolakan pasca reformasi dalam dunia Islam berkembang begitu pesat dalam kajian ekonomi, sosial, politik, budaya. Mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kontroversial. Bahkan sebuah gagasan yang cenderung mengarah di luar sebuah adat kebiasaan masyarakat secara luas juga berkembang pesat. Sehingga terkadang memunculkan sebuah paradigma berseberangan antara yang satu dengan lainnya.

Reformasi merupakan salah satu pintu gerbang keterbukaan dalam memahami dan menerjemahkan beragam persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Bahkan reformasi menjadi sebuah jalan idiologi dari luar berkembang begitu pesat masuk kewilayah Indonesia, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan maupun dalam bidang yang lain.

Keberadaan reformasi telah dijadikan alat oleh sebagian kelompok dalam menyebarkan sebuah gagasan yang menjadi sebuah idiologi. Sehingga pasca reformasi berbagai pola pikir dari paham yang menyimpang maupun paham yang ingin meluruskan agama Islam bermunculan dengan berbagai wajah yang berbeda.

Paling mencolok dalam paradigma Islam pasca reformasi merupakan pertarungan sebuah wajah besar antara liberal dengan wajah khilafah. Sehingga kedua wajah ini sering bersitegang mulai dari adu argumen sampai pertarungan yang lebih fenomenal lagi. Mengingat pertarungan antara liberal melawan khilafah merupakan sebuah pertarungan dari sebuah gagasan dan budaya dari luar nusantara.

Liberal merupakan gagasan yang datang dari bangsa barat. Sehingga paradigma berpikir dari kelompok liberal cenderung mengarah terhadap permasalahan akal dalam menafsiri sebuah kehidupan. Karena liberal menekankan kepada aspek kebebasan hak individu, tetapi kelemahan terbesar dalam liberal terletak dalam penekanan tentang masalah gagasan yang cenderung menegasikan masalah hak sosial.

Hasil olah pikir liberal sering mengadopsi dari pemikiran barat dalam menerjemahkan tentang sebuah kehidupan beragama. Berangkat dari sinilah liberal terjebak pengulangan gagasan dengan mengarah pada kebebasan semu dalam membangun paradigma berpikir. Sebab liberal cenderung pada olah konteks dalam memberikan sebuah tafsir tentang keagamaan, padahal dalam menafsirkan keagamaan tidak hanya sebatas mengandalkan tentang konteks belaka. Namun antara teks dan konteks harus mampu di sinergikan dengan tepat.

Sedangkan khilafah mengarah terhadap cara pandang tekstual dalam memberikan sebuah tafsir tentang ke-Islaman. Sehingga paradigma khilafah terjebak dalam pemahaman secara teks dan jauh dari multi real kehidupan. Berangkat dari sinilah sebuah bangunan khilafah cenderung mengadopsi paradigma gagasan budaya dari bangsa timur tengah dalam memberikan sebuah gambaran tentang Nilai-nilai ke-Islaman.

Pasca reformasi dengan ranah paradigma ke-Islaman yang berkembang dalam pertarungan idiologi liberal barat melawan khilafah timur tengah, ternyata memunculkan sebuah gagasan dari Islam tradisional sebagai penyeimbang antara liberal dengan khilafah. Sebab Islam tradisional lebih menekankan pada aspek teks dan konteks secara sinergi dalam lingkup NIlai-nilai tentang ke-Islaman. Sehingga dalam wajah Islam tradisional merupakan sebuah bentuk penerapan masyarakat pribumi dalam menggali sebuah ajaran Islam dengan konteks budaya, agar terjadi sebuah mutualisme secara real antara teks dan konteks dalam ajaran Islam.

Islam tradisional lebih cenderung mengarah menuju sebuah gagasan dari menggali nilai luhur masyarakat pribumi sendiri dalam menggagas sebuah konsep ke-Islaman. Sebab budaya timur tengah maupun budaya dari barat sangat tidak cocok dengan kepribadian masyarakat pribumi. Karena itu dengan menggali nilai luhur dalam memunculkan sebuah nilai tentang kearifan lokal dengan di masuki ajaran Islam sebagai penyeimbang antara kehidupan profan dan sakral. Berangkat dari sinilah antara kearifan lokal dapat berjalan berdampingan dengan Nilai-nilai ajaran Islam, untuk mengkaji sebuah teks dan konteks yang saling berintegrasi.

Paradigma Islam tradisional merupakan sebuah jalan tengah dalam menerjemahkan tentang Nilai-nilai ke-Islaman, agar bangsa Indonesia di era pasca reformasi mampu menggali khazanah nusantara, agar dapat di padukan antara teks dan konteks secara tepat dalam mencapai sebuah kemaslahatan umat yang berlandaskan dari ajaran suci agama Islam. Dan Allah Memberi petunjuk kepada kebenaran, atas rahmat, keagungan, dan kemuliaan-NYA.
Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)......................

Islam Tradisional Menggugat




Islam tradisional menggugat merupakan sebuah bentuk ketidak-sepahaman dengan para pemikir barat dalam menggagas tentang realita kehidupan. Sebab para pemikir barat cenderung sepihak dalam memberikan gambaran tentang Islam tradisional. Sehingga memunculkan sebuah gagasan dari Islam tradisional dalam menggugat paradigma para pemikir barat.

Pemikiran Islam tradisional dengan proses menggugat berusaha memberikan sebuah pemahaman secara berimbang, agar pemahaman dari para pemikir barat tidak diambil secara Mentah-mentah, tetapi dikaji ulang dan di filters tentang paradigma para pemikir barat dalam menggagas masalah kehidupan masyarakat Islam tradisional.

Keberadaan Islam tradisional sering di identikkan dengan berbagai macam pendapat miring dari para pemikir barat. Mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit di labelkan dalam Islam tradisional, tentu dengan tujuan menginginkan sebuah perubahan sesuai kehendak para pemikir barat.

Paradigma para pemikir barat tak jarang memberikan sebuah stigma negatif terhadap masyarakat Islam tradisional dengan istilah masyarakat tertutup tanpa melihat kemajuan zaman, dan masih banyak lagi yang dialamatkan miring terhadap masyarakat Islam tradisional, padahal segala bentuk dalam kehidupan masyarakat mempunyai kebebasan dan ketertutupan Masing-masing, begitu juga dalam kehidupan bangsa barat. Berangkat dari sinilah dapat dikerucut, bahwa pembeda antara bangsa barat dengan masyarakat Islam tradisional tentang ketertutupan dan kebebasan disebabkan dalam bentuk karakter dan kepribadian dalam diri Masing-masing.

Eksistensi Islam tradisional merupakan sebuah bentuk bangunan kepribadian dan watak masyarakat nusantara dengan istilah sederhana dan bersahaja dalam menatap sebuah kehidupan. Sehingga wajar paradigma bangsa barat dengan masyarakat tadisional berbeda dalam menyikapi sebuah realita. Sebab corak pandang dalam kehidupan para pemikir barat dengan masyarakat tradisional juga mengalami sebuah perbedaan yang begitu kompleks.

Sebuah slogan Islam tradisional menggugat merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap para pemikir barat dalam menggambarkan tentang kehidupan masyarakat secara luas. Sebab para pemikir barat sering terjebak dengan cara pembenaran diri tanpa melihat realita secara dalam. Inilah sebuah realita tentang berbagai pandangan para pemikir barat dalam memberikan sebuah makna tentang Islam tradisional.

Para pemikir barat tak jarang memberikan sebuah istilah tentang Islam tradisional dengan sebutan sebuah bangunan konsevatif yang tertutup, padahal ketertutupan yang di berikan para pemikir barat, tentu mempunyai sebuah tujuan, agar masyarakat tradisional membuka diri sesuai dengan kehendak para pemikir barat, padahal bangsa barat sendiri juga tidak mau membuka diri terhadap kepentingan masyarakat tradisional.

Bangsa barat sejak dahulu kala sering melakukan segala tipu daya dalam memberikan sebuah gambaran terhadap realita kehidupan masyarakat tradisional. Bahkan bangsa barat Berabad-abad telah menjajah bangsa nusantara, tentu semua tak lepas dari corak pandang paradigma barat dalam memberikan gambaran tentang sosial, budaya, politik, pendidikan dan masih banyak lagi gambaran para pemikir barat dalam menggagas masyarakat tradisional secara parsial.

Gagasan para pemikir barat tentang masyarakat Islam tradisional tak lepas dari cara menghakimi sepihak dalam memberikan sebuah argumen. Sehingga masyarakat Islam tradisional selalu dicirikan dengan stagnasi sebuah peradaban, padahal masyarakat Islam tradisional mempunyai peradaban dan kemajuan dalam dirinya sendiri, walau berbeda dengan peradaban dan kemajuan bangsa barat.

Masyarakat Islam tradisional merupakan sebuah kepribadian dalam mensinergikan antara teks dan konteks dalam menggali berbagai khazanah Nusantara maupun khazanah ke-Islaman, tentu berusaha membangun sebuah paradigma yang cerdas dalam menempatkan sebuah ajaran agama dengan realita kehidupan.

Keberadaan adat istiadat dengan bentuk kearifan lokal selalu menjadi incaran para pemikir barat, agar masyarakat Islam tradisional membuka diri sesuai dengan kepentingan mereka. Sehingga dengan berbagai wacana para pemikir barat berusaha menggagas masalah tersebut.

Sebenarnya, Kalau menuju perubahan masyarakat dalam ranah positif, tentu masih dapat di terima, tetapi dalam multi real kehidupan sejak dahulu kala sampai sekarang, ternyata bangsa barat tak jarang malah melakukan tindak eksploitasi kekayaan sumber daya alam Nusantara secara berlebihan. Berangkat dari sinilah keterbukaan dan kebebasan yang di gagas bangsa barat tak lepas berpangkal pada kepentingan bangsa barat secara sepihak.

Lebih ironis lagi, para pemikir barat melakukan sebuah kajian tentang keagamaan dengan paradigma liberal dalam kajian agama Islam. Sehingga dalam tafsir agama Islam disesuaikan dengan paradigma barat tentang ke-Islaman, tetapi fakta dilapangan tidak mensinergikan antara teks dan konteks secara utuh. Sebab bangsa barat dalam menggagas ke-Islaman lebih cenderung dengan istilah kebebasan ala bangsa barat sendiri dan menegasikan kepribadian dan karakter masyarakat Islam tradisional.

Islam tradisional menggugat terhadap tindakan bangsa barat dalam melakukan berbagai manuver politis dengan cara menghakimi sepihak terhadap masyarakat Islam tradisional, begitu juga menggugat bangsa barat dalam melakukan sebuah bentuk ekspansi secara berlebihan di berbagai aspek kehidupan. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan berkah kepada para pemikir Islam tradisional, Amiin.....

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).........

Islam Tradisional Menggugat



Islam tradisional menggugat merupakan sebuah bentuk ketidak-sepahaman dengan para pemikir barat dalam menggagas tentang realita kehidupan. Sebab para pemikir barat cenderung sepihak dalam memberikan gambaran tentang Islam tradisional. Sehingga memunculkan sebuah gagasan dari Islam tradisional dalam menggugat paradigma para pemikir barat.

Pemikiran Islam tradisional dengan proses menggugat berusaha memberikan sebuah pemahaman secara berimbang, agar pemahaman dari para pemikir barat tidak diambil secara Mentah-mentah, tetapi dikaji ulang dan di filters tentang paradigma para pemikir barat dalam menggagas masalah kehidupan masyarakat Islam tradisional.

Keberadaan Islam tradisional sering di identikkan dengan berbagai macam pendapat miring dari para pemikir barat. Mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit di labelkan dalam Islam tradisional, tentu dengan tujuan menginginkan sebuah perubahan sesuai kehendak para pemikir barat.

Paradigma para pemikir barat tak jarang memberikan sebuah stigma negatif terhadap masyarakat Islam tradisional dengan istilah masyarakat tertutup tanpa melihat kemajuan zaman, dan masih banyak lagi yang dialamatkan miring terhadap masyarakat Islam tradisional, padahal segala bentuk dalam kehidupan masyarakat mempunyai kebebasan dan ketertutupan Masing-masing, begitu juga dalam kehidupan bangsa barat. Berangkat dari sinilah dapat dikerucut, bahwa pembeda antara bangsa barat dengan masyarakat Islam tradisional tentang ketertutupan dan kebebasan disebabkan dalam bentuk karakter dan kepribadian dalam diri Masing-masing.

Eksistensi Islam tradisional merupakan sebuah bentuk bangunan kepribadian dan watak masyarakat nusantara dengan istilah sederhana dan bersahaja dalam menatap sebuah kehidupan. Sehingga wajar paradigma bangsa barat dengan masyarakat tadisional berbeda dalam menyikapi sebuah realita. Sebab corak pandang dalam kehidupan para pemikir barat dengan masyarakat tradisional juga mengalami sebuah perbedaan yang begitu kompleks.

Sebuah slogan Islam tradisional menggugat merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap para pemikir barat dalam menggambarkan tentang kehidupan masyarakat secara luas. Sebab para pemikir barat sering terjebak dengan cara pembenaran diri tanpa melihat realita secara dalam. Inilah sebuah realita tentang berbagai pandangan para pemikir barat dalam memberikan sebuah makna tentang Islam tradisional.

Para pemikir barat tak jarang memberikan sebuah istilah tentang Islam tradisional dengan sebutan sebuah bangunan konsevatif yang tertutup, padahal ketertutupan yang di berikan para pemikir barat, tentu mempunyai sebuah tujuan, agar masyarakat tradisional membuka diri sesuai dengan kehendak para pemikir barat, padahal bangsa barat sendiri juga tidak mau membuka diri terhadap kepentingan masyarakat tradisional.

Bangsa barat sejak dahulu kala sering melakukan segala tipu daya dalam memberikan sebuah gambaran terhadap realita kehidupan masyarakat tradisional. Bahkan bangsa barat Berabad-abad telah menjajah bangsa nusantara, tentu semua tak lepas dari corak pandang paradigma barat dalam memberikan gambaran tentang sosial, budaya, politik, pendidikan dan masih banyak lagi gambaran para pemikir barat dalam menggagas masyarakat tradisional secara parsial.

Gagasan para pemikir barat tentang masyarakat Islam tradisional tak lepas dari cara menghakimi sepihak dalam memberikan sebuah argumen. Sehingga masyarakat Islam tradisional selalu dicirikan dengan stagnasi sebuah peradaban, padahal masyarakat Islam tradisional mempunyai peradaban dan kemajuan dalam dirinya sendiri, walau berbeda dengan peradaban dan kemajuan bangsa barat.

Masyarakat Islam tradisional merupakan sebuah kepribadian dalam mensinergikan antara teks dan konteks dalam menggali berbagai khazanah Nusantara maupun khazanah ke-Islaman, tentu berusaha membangun sebuah paradigma yang cerdas dalam menempatkan sebuah ajaran agama dengan realita kehidupan.

Keberadaan adat istiadat dengan bentuk kearifan lokal selalu menjadi incaran para pemikir barat, agar masyarakat Islam tradisional membuka diri sesuai dengan kepentingan mereka. Sehingga dengan berbagai wacana para pemikir barat berusaha menggagas masalah tersebut.

Sebenarnya, Kalau menuju perubahan masyarakat dalam ranah positif, tentu masih dapat di terima, tetapi dalam multi real kehidupan sejak dahulu kala sampai sekarang, ternyata bangsa barat tak jarang malah melakukan tindak eksploitasi kekayaan sumber daya alam Nusantara secara berlebihan. Berangkat dari sinilah keterbukaan dan kebebasan yang di gagas bangsa barat tak lepas berpangkal pada kepentingan bangsa barat secara sepihak.

Lebih ironis lagi, para pemikir barat melakukan sebuah kajian tentang keagamaan dengan paradigma liberal dalam kajian agama Islam. Sehingga dalam tafsir agama Islam disesuaikan dengan paradigma barat tentang ke-Islaman, tetapi fakta dilapangan tidak mensinergikan antara teks dan konteks secara utuh. Sebab bangsa barat dalam menggagas ke-Islaman lebih cenderung dengan istilah kebebasan ala bangsa barat sendiri dan menegasikan kepribadian dan karakter masyarakat Islam tradisional.

Islam tradisional menggugat terhadap tindakan bangsa barat dalam melakukan berbagai manuver politis dengan cara menghakimi sepihak terhadap masyarakat Islam tradisional, begitu juga menggugat bangsa barat dalam melakukan sebuah bentuk ekspansi secara berlebihan di berbagai aspek kehidupan. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan berkah kepada para pemikir Islam tradisional, Amiin.....

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).........

Islam Tradisional Menggugat



Islam tradisional menggugat merupakan sebuah bentuk ketidak-sepahaman dengan para pemikir barat dalam menggagas tentang realita kehidupan. Sebab para pemikir barat cenderung sepihak dalam memberikan gambaran tentang Islam tradisional. Sehingga memunculkan sebuah gagasan dari Islam tradisional dalam menggugat paradigma para pemikir barat.

Pemikiran Islam tradisional dengan proses menggugat berusaha memberikan sebuah pemahaman secara berimbang, agar pemahaman dari para pemikir barat tidak diambil secara Mentah-mentah, tetapi dikaji ulang dan di filters tentang paradigma para pemikir barat dalam menggagas masalah kehidupan masyarakat Islam tradisional.

Keberadaan Islam tradisional sering di identikkan dengan berbagai macam pendapat miring dari para pemikir barat. Mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit di labelkan dalam Islam tradisional, tentu dengan tujuan menginginkan sebuah perubahan sesuai kehendak para pemikir barat.

Paradigma para pemikir barat tak jarang memberikan sebuah stigma negatif terhadap masyarakat Islam tradisional dengan istilah masyarakat tertutup tanpa melihat kemajuan zaman, dan masih banyak lagi yang dialamatkan miring terhadap masyarakat Islam tradisional, padahal segala bentuk dalam kehidupan masyarakat mempunyai kebebasan dan ketertutupan Masing-masing, begitu juga dalam kehidupan bangsa barat. Berangkat dari sinilah dapat dikerucut, bahwa pembeda antara bangsa barat dengan masyarakat Islam tradisional tentang ketertutupan dan kebebasan disebabkan dalam bentuk karakter dan kepribadian dalam diri Masing-masing.

Eksistensi Islam tradisional merupakan sebuah bentuk bangunan kepribadian dan watak masyarakat nusantara dengan istilah sederhana dan bersahaja dalam menatap sebuah kehidupan. Sehingga wajar paradigma bangsa barat dengan masyarakat tadisional berbeda dalam menyikapi sebuah realita. Sebab corak pandang dalam kehidupan para pemikir barat dengan masyarakat tradisional juga mengalami sebuah perbedaan yang begitu kompleks.

Sebuah slogan Islam tradisional menggugat merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap para pemikir barat dalam menggambarkan tentang kehidupan masyarakat secara luas. Sebab para pemikir barat sering terjebak dengan cara pembenaran diri tanpa melihat realita secara dalam. Inilah sebuah realita tentang berbagai pandangan para pemikir barat dalam memberikan sebuah makna tentang Islam tradisional.

Para pemikir barat tak jarang memberikan sebuah istilah tentang Islam tradisional dengan sebutan sebuah bangunan konsevatif yang tertutup, padahal ketertutupan yang di berikan para pemikir barat, tentu mempunyai sebuah tujuan, agar masyarakat tradisional membuka diri sesuai dengan kehendak para pemikir barat, padahal bangsa barat sendiri juga tidak mau membuka diri terhadap kepentingan masyarakat tradisional.

Bangsa barat sejak dahulu kala sering melakukan segala tipu daya dalam memberikan sebuah gambaran terhadap realita kehidupan masyarakat tradisional. Bahkan bangsa barat Berabad-abad telah menjajah bangsa nusantara, tentu semua tak lepas dari corak pandang paradigma barat dalam memberikan gambaran tentang sosial, budaya, politik, pendidikan dan masih banyak lagi gambaran para pemikir barat dalam menggagas masyarakat tradisional secara parsial.

Gagasan para pemikir barat tentang masyarakat Islam tradisional tak lepas dari cara menghakimi sepihak dalam memberikan sebuah argumen. Sehingga masyarakat Islam tradisional selalu dicirikan dengan stagnasi sebuah peradaban, padahal masyarakat Islam tradisional mempunyai peradaban dan kemajuan dalam dirinya sendiri, walau berbeda dengan peradaban dan kemajuan bangsa barat.

Masyarakat Islam tradisional merupakan sebuah kepribadian dalam mensinergikan antara teks dan konteks dalam menggali berbagai khazanah Nusantara maupun khazanah ke-Islaman, tentu berusaha membangun sebuah paradigma yang cerdas dalam menempatkan sebuah ajaran agama dengan realita kehidupan.

Keberadaan adat istiadat dengan bentuk kearifan lokal selalu menjadi incaran para pemikir barat, agar masyarakat Islam tradisional membuka diri sesuai dengan kepentingan mereka. Sehingga dengan berbagai wacana para pemikir barat berusaha menggagas masalah tersebut.

Sebenarnya, Kalau menuju perubahan masyarakat dalam ranah positif, tentu masih dapat di terima, tetapi dalam multi real kehidupan sejak dahulu kala sampai sekarang, ternyata bangsa barat tak jarang malah melakukan tindak eksploitasi kekayaan sumber daya alam Nusantara secara berlebihan. Berangkat dari sinilah keterbukaan dan kebebasan yang di gagas bangsa barat tak lepas berpangkal pada kepentingan bangsa barat secara sepihak.

Lebih ironis lagi, para pemikir barat melakukan sebuah kajian tentang keagamaan dengan paradigma liberal dalam kajian agama Islam. Sehingga dalam tafsir agama Islam disesuaikan dengan paradigma barat tentang ke-Islaman, tetapi fakta dilapangan tidak mensinergikan antara teks dan konteks secara utuh. Sebab bangsa barat dalam menggagas ke-Islaman lebih cenderung dengan istilah kebebasan ala bangsa barat sendiri dan menegasikan kepribadian dan karakter masyarakat Islam tradisional.

Islam tradisional menggugat terhadap tindakan bangsa barat dalam melakukan berbagai manuver politis dengan cara menghakimi sepihak terhadap masyarakat Islam tradisional, begitu juga menggugat bangsa barat dalam melakukan sebuah bentuk ekspansi secara berlebihan di berbagai aspek kehidupan. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan berkah kepada para pemikir Islam tradisional, Amiin.....

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).........

Bahaya Liberalisme Dalam Bangunan Masyarakat Islam




Membangun masyarakat Islam membutuhkan sebuah paradigma antara kepentingan individu dan sosial, agar dapat berjalan seimbang dalam tatanan bangunan masyarakat. Sedangkan liberalisme lebih condong dalam gagasan individual, tetapi cenderung menegasikan dalam aspek sosial. Berangkat dari sinilah akan megakibatkan sebuah kerancuan dalam bangunan masyarakat. Sebab antara individu dan sosial harus sejalan dalam mengemban tanggung jawab sebagai insan manusia dalam membangun sebuah tatanan yang lebih cerdas dan bermartabat.

Paradigma liberalisme merupakan sebuah gagasan dengan corak pandang kebebasan individu dalam membangun sebuah tatanan masyarakat, padahal dalam membangun masyarakat sudah semestinya tidak menegasikan dalam aspek sosial. Berangkat dari sinilah paradigma liberalisme sebatas kebebasan individu, tetapi cenderung mengabaikan kebebasan sosial dalam tatanan masyarakat secara kaffah.

Keberadaan liberalisme sering berseberangan dengan aspek sosial. Sebab liberalisme cenderung mengarah kebebasan individu, tetapi menegasikan kebebasan sosial secara kaffah. Sehingga gagasan liberalisme dalam membangun masyakat sangatlah tidak tepat, apalagi kebebasan liberalisme terjebak pada individu dan kelompoknya. Inilah sebab akibat dari gagasan liberalisme yang cenderung mengarah kebobrokan dalam sistem masyarakat secara universal.

Konsep liberalisme selalu menggaungkan sebuah istilah kebebasan, tetapi kebebasan yang di gagas liberalisme mengarah pada kebebasan secara sempit. Sebab ketika datang sebuah gagasan selain liberalisme. Maka dengan segala cara liberalisme membendung gagasan dari luar dirinya. Berangkat dari sinilah kebebasan liberalisme merupakan sebuah gagasan dalam makna sempit, tetapi tidak secara kolektif dalam membangun sebuah bangunan antara individu dan sosial.

Bahaya liberalisme dalam bangunan masyarakat dapat dirasakan masyarakat pada saat terjadi sebuah konfliks antara individu dengan individu lain. Sebab sebuah kebebasan tanpa dilandasi tenggang rasa yang tinggi dan sebuah kesadaran sosial, tentu akan menghasilkan sebuah kerancuan dalam bangunan masyarakat.

Membangun masyarakat Islam dibutuhkan sebuah tindakan yang tepat, agar terjadi sebuah keseimbangan, tetapi kalau kebebasan liberal cenderung mengarah pada kebebasan individu belaka, tentu dalam dataran sosial telah mengalami kerancuan. Sebab dalam membangun sebuah tatanan masyarakat harus didasari semangat tenggang rasa, bukan hanya sebatas atas nama kebebasan.

Ketika liberalisme masuk dalam wilayah ekonomi, tentu akan terjadi sebuah eksploitasi secara Besar-besaran dari satu pihak, tetapi merugikan dari berbagai pihak. Berangkat dari sinilah akan terjadi sebuah sistem kapitalisme dalam membangun sebuah kehidupan masyarakat

Sistem kapitalisme merupakan bagian dari Nilai-nilai liberalisme. Sehingga kalau liberalisme sudah masuk dalam ranah ekonomi masyarakat, berarti ekonomi masyarakat telah di kuasai segelintir kelompok. Inilah bahaya liberalisme dalam wilayah ekonomi masyarakat secara universal.

Gagasan liberalisme membahayakan tidak sebatas masalah ekonomi. Namun lebih jauh lagi membahayakan segala aktivitas masyarakat, baik masalah budaya, pendidikan dan masih banyak lagi. Sebab gagasan liberalisme tak lepas dari bangsa barat sebagai pelopor tentang idiologi liberalisme. Sehingga antara bangsa barat dengan liberalisme tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebab dalam artian antara penggagas dan yang di gagas saling berkesinambungan dalam makna liberalisme.

Barat dan liberalisme merupakan dua hal yang saling berkesinambungan. Sebab liberalisme muncul dari ranah bangsa barat dalam menggagas segala aspek kehidupan. Sehingga menghasilkan sebuah paradigma dalam idiologi liberalisme dalam tatanan masyarakat barat, tetapi ketika liberalisme masuk dalam wilayah Islam, tentu akan sangat membahayakan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Sebab masyarakat Islam sudah mempunyai paradigma dan budaya sendiri dalam membangun masyarakat secara kaffah.

Lebih jauh lagi, ternyata liberalisme telah masuk dalam wilayah agama. Sehingga dapat ditebak tentang liberalisme masuk dalam wilayah agama. Maka sebuah kenyataan pahit akan terjadi dalam sebuah gagasan tentang agama yang cenderung mengedepankan aspek individu dan menegasikan aspek sosial. Berangkat dari sinilah bangunan agama dalam kehidupan masyarakat akan terjadi sebuah kerancuan antara teks dan konteks.

Paling berbahaya lagi, ketika liberalisme berubah wajah dengan istilah Islam liberal. Sebab di saat liberalisme masuk dalam ranah agama Islam, tentu akan terjadi sebuah tafsir yang mengedepankan akal secara berlebihan. Sehingga menghasilkan sebuah hipotesis antara teks dan konteks tidak sejalan. Mengingat Islam liberal cenderung mengarah pada aspek kontekstual di banding aspek tekstual.

Keberadaan Islam merupakan agama fitrah. Ketika disandingkan dengan kebebasan individu secara berlebihan, tentu akan mempersempit makna Islam itu sendiri. Sebab Islam merupakan pengejawantahan antara aspek sosial dan individu secara utuh, tetapi tidak secara parsial dalam menerjemahkan sebuah persoalan masyarakat.

Paradigma liberalisme yang mengedepankan kebebasan individu, tetapi melupakan kebebasan sosial, tentu akan menghasilkan sebuah kerancuan dalam bangunan masyarakat. Berangkat dari sinilah sudah semestinya gagasan liberalisme merupakan sebuah ide yang tidak menyentuh secara utuh antara kepentingan individu dengan kepentingan sosial, tetapi Islam sangat utuh dalam menggambarkan masyarakat secara kaffah.

Bahaya liberalisme dalam bangunan masyarakat Islam, ternyata dapat mengakibatkan sebuah kerancuan dalam tatanan kehidupan secara universal. Mengingat liberalisme merupakan paham kebebasan yang condong terhadap konteks individu, tetapi melupakan antara teks dan konteks secara individu maupun sosial dalam membangun berbagai aspek kehidupan. Dan Allah pembantu kaum muslimin. Cukuplah Dia bagi kami dan begitu besar bantuan-NYA.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)........................

Islam Tradisional dan Islam Liberal Dalam Khazanah Nusantara




Islam tradisional tumbuh berkembang dalam nafas kehidupan masyarakat nusantara. Sehingga Islam tradisional salah satu perpaduan dalam mensinergikan antara teks dan konteks dalam agama Islam, agar Islam dapat berjalan beriringan dengan adat istiadat masyarakat. Mengingat budaya masyarakat pribumi begitu kompleks dalam kehidupan masyarakat nusantara. Berangkat dari sinilah Islam tradisional tumbuh berkembang pesat dalam tatanan kehidupan masyarakat di tingkat infrastruktur maupun suprastruktur.

Keberadaan Islam tradisional merupakan wajah dalam mensinergikan budaya masyarakat pribumi dengan Nilai-nilai ke-Islaman nusantara, untuk menggagas berbagai macam permasalahan dalam kehidupan masyarakat, baik ditingkat infrastruktur maupun suprastruktur, agar terjadi sebuah paradigma pemikiran tentang ke-Islaman yang sejalan dan berimbang antara teks dan konteks ke-Islaman.

Nafas islam tradisional tumbuh berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat nusantara. Bahkan dengan corak keberagaman antara masyarakat nusantara yang satu dengan masyarakat nusantara yang lainnya, tetapi walaupun beragam corak dalam kehidupan masyarakat nusantara. Bahwa sejak dahulu kala terdapat sebuah bangunan kerukunan, menghargai, tepa selira dalam kehidupan antar masyarakat nusantara.

Sedangkan Islam liberal dengan wajah barat dalam mengadopsi ke-Islaman melakukan berbagai manuver politis, tentu dengan tujuan membuka masyarakat tradisional, agar dapat mengikuti kehendak paradigma Islam liberal dalam membedah khazanah ke-Islaman, agar sesuai dengan budaya bangsa barat dalam melakukan sebuah kajian. Sehingga yang terjadi sebuah kerancuan antara teks dan konteks dalam khazanah ke-Islaman.

Masyarakat pribumi nusantara sudah mempunyai kepribadian dan watak dalam corak pandang tentang ke-Islaman, tetapi Islam liberal dengan ngotot melakukan sebuah perubahan dalam kepribadian masyarakat nusantara, agar wajah ke-Islaman nusantara terbelah dengan wajah bangsa barat. Sebab kalau wajah ke-Islaman nusantara sudah mengadopsi budaya bangsa barat. Maka bangsa barat dengan mudah masuk dalam ranah ekonomi. sosial, politik dan berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat nusantara.

Keberadaan Islam liberal tumbuh berkembang secara pesat dengan paradigma bangsa barat dalam menggagas ke-Islaman. Sejak reformasi bergulir sebagai pintu gerbang dalam mengedepankan sebuah kebebasan disegala bidang. Berangkat dari sinilah Islam liberal terus menyusup dalam lingkup akademis maupun menyusup dalam lingkup yang lebih luas lagi.

Paradigma Islam liberal cenderung mengadopsi gagasan barat dalam melakukan berbagai kajian tentang ke-Islaman. Sehingga produk Islam liberal cenderung mengarah kepada penghakiman terhadap budaya ke-Islaman tradisional yang di anggap tidak mengalami sebuah kemajuan dalam membedah ke-Islaman.

Aneh sekali, ketika Islam liberal membedah tentang lesbi dan gay yang di anggap sebagai bentuk sebuah kemajuan zaman, apabila dikaitkan dengan dunia ke-Islaman, padahal fenomena tentang Lesbi dan Gay bukanlah permasalahan baru. Karena sejak zaman nabi sudah ada peristiwa tersebut, seperti kisah Nabi Luth dalam menghadapi kebobrokan moral para kaum homoseksual.

Permasalahan Lesbi dan Gay bukanlah permasalahan baru, tetapi Islam liberal berusaha mengkaji ulang tentang permasalahan Lesbi dan Gay, agar masyarakat dapat menerima keberadaan Lesbi dan Gay sebagai bentuk wajah keberagaman dan kebebasan.

Peristiwa Irshad Manji sebagai duta Islam liberal dapat dijadikan contoh kecil. Bahwa gagasan Irshad manji tentang Lesbi dan Gay masuk dalam ranah nusantara, ternyata di tolak oleh masyarakat Islam. Berangkat dari sinilah Islam liberal memberikan sebuah gambaran. Bahwa orang yang menolak Irshad Manji tidak menghargai sebuah kebebasan, padahal menolak atau menerima merupakan sebuah bentuk kebebasan, apabila dilihat secara utuh tentang makna kebebasan.

Irshad Manji merupakan duta besar Islam liberal dalam menggagas ke-Islaman dengan corak pandang budaya bangsa barat, padahal kalau di cermati dalam khazanah ke-Islaman sejak zaman klasik, bahwa Islam sangat mengutuk tindakan Lesbi dan Gay, tetapi Islam liberal berusaha melakukan sebuah tafsir Islam dengan cara paradigma budaya barat dalam membedah tentang Lesbi dan Gay. Sehingga mengakibatkan sebuah benturan antara teks dan konteks, apalagi Islam liberal berusaha dengan ngotot memasukkan gagasan tentang Lesbi dan Gay dalam ranah nusantara, agar Lesbi dan Gay dapat diterima dalam kehidupan masyarakat nusantara sebagai wajah Islam kontemporer.

Paradigma Islam liberal terus melakukan sebuah kajian dalam membedah budaya nusantara, agar masyarakat nusantara membuka diri dengan budaya bangsa barat, padahal bangsa barat sendiri tidak mau berwajah nusantara dalam menggagas berbagai permasalahan tentang eksistensi bangsa barat, begitupula masyarakat nusantara tidak akan cocok dengan budaya bangsa barat dalam mengkaji beragam persoalan.

Islam tradisional merupakan wajah masyarakat pribumi dalam setiap menggagas berbagai macam tentang khazanah ke-Islaman, sedangkan Islam liberal merupakan wajah bangsa barat dalam menggagas tentang ke-Islaman. Sehingga wajar dalam paradigma berpikir Islam liberal saat bersandingan dengan Islam tradisonal sering terjadi sebuah benturan dalam memberikan sebuah argumen tentang khazanah ke-Islaman.

Keberadaan Islam tradisional menginginkan sebuah paradigma antara teks dan konteks dapat terjadi sinergi yang saling melengkapi, tetapi Islam liberal cenderung mengarah terhadap kekuatan akal secara berlebihan dalam mengkaji ke-Islaman. Berangkat dari sinilah dalam kajian Islam liberal cenderung mengarah kepada kekuatan nalar, tetapi tidak mensinergikan antara teks dan konteks secara utuh, tetapi hanya sebatas teks dan konteks secara parsial.

Islam tradisonal dan Islam liberal dalam khazanah nusantara merupakan dua wajah yang berbeda. Sebab Islam tradisional mengedepankan paradigma ke-Islaman dengan teks dan konteks tanpa mengabaikan khazanah nusantara. Sedangkan Islam liberal dalam mengkaji ke-Islaman cenderung mengarah pada budaya bangsa barat, agar dapat di terima dalam kehidupan khazanah nusantara.

"Dan Kami Sekali-kali tidak akan mendapatkan petunjuk, kalau Allah tidak memberi petunjuk kepada kami". Dan Allah SWT lebih mengetahui. Melalui Dia diperoleh taufiq dan hidayah.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).......................

Islam Tradisional dan Islam Liberal Dalam Khazanah Nusantara



Islam tradisional tumbuh berkembang dalam nafas kehidupan masyarakat nusantara. Sehingga Islam tradisional salah satu perpaduan dalam mensinergikan antara teks dan konteks dalam agama Islam, agar Islam dapat berjalan beriringan dengan adat istiadat masyarakat. Mengingat budaya masyarakat pribumi begitu kompleks dalam kehidupan masyarakat nusantara. Berangkat dari sinilah Islam tradisional tumbuh berkembang pesat dalam tatanan kehidupan masyarakat di tingkat infrastruktur maupun suprastruktur.

Keberadaan Islam tradisional merupakan wajah dalam mensinergikan budaya masyarakat pribumi dengan Nilai-nilai ke-Islaman nusantara, untuk menggagas berbagai macam permasalahan dalam kehidupan masyarakat, baik ditingkat infrastruktur maupun suprastruktur, agar terjadi sebuah paradigma pemikiran tentang ke-Islaman yang sejalan dan berimbang antara teks dan konteks ke-Islaman.

Nafas islam tradisional tumbuh berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat nusantara. Bahkan dengan corak keberagaman antara masyarakat nusantara yang satu dengan masyarakat nusantara yang lainnya, tetapi walaupun beragam corak dalam kehidupan masyarakat nusantara. Bahwa sejak dahulu kala terdapat sebuah bangunan kerukunan, menghargai, tepa selira dalam kehidupan antar masyarakat nusantara.

Sedangkan Islam liberal dengan wajah barat dalam mengadopsi ke-Islaman melakukan berbagai manuver politis, tentu dengan tujuan membuka masyarakat tradisional, agar dapat mengikuti kehendak paradigma Islam liberal dalam membedah khazanah ke-Islaman, agar sesuai dengan budaya bangsa barat dalam melakukan sebuah kajian. Sehingga yang terjadi sebuah kerancuan antara teks dan konteks dalam khazanah ke-Islaman.

Masyarakat pribumi nusantara sudah mempunyai kepribadian dan watak dalam corak pandang tentang ke-Islaman, tetapi Islam liberal dengan ngotot melakukan sebuah perubahan dalam kepribadian masyarakat nusantara, agar wajah ke-Islaman nusantara terbelah dengan wajah bangsa barat. Sebab kalau wajah ke-Islaman nusantara sudah mengadopsi budaya bangsa barat. Maka bangsa barat dengan mudah masuk dalam ranah ekonomi. sosial, politik dan berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat nusantara.

Keberadaan Islam liberal tumbuh berkembang secara pesat dengan paradigma bangsa barat dalam menggagas ke-Islaman. Sejak reformasi bergulir sebagai pintu gerbang dalam mengedepankan sebuah kebebasan disegala bidang. Berangkat dari sinilah Islam liberal terus menyusup dalam lingkup akademis maupun menyusup dalam lingkup yang lebih luas lagi.

Paradigma Islam liberal cenderung mengadopsi gagasan barat dalam melakukan berbagai kajian tentang ke-Islaman. Sehingga produk Islam liberal cenderung mengarah kepada penghakiman terhadap budaya ke-Islaman tradisional yang di anggap tidak mengalami sebuah kemajuan dalam membedah ke-Islaman.

Aneh sekali, ketika Islam liberal membedah tentang lesbi dan gay yang di anggap sebagai bentuk sebuah kemajuan zaman, apabila dikaitkan dengan dunia ke-Islaman, padahal fenomena tentang Lesbi dan Gay bukanlah permasalahan baru. Karena sejak zaman nabi sudah ada peristiwa tersebut, seperti kisah Nabi Luth dalam menghadapi kebobrokan moral para kaum homoseksual.

Permasalahan Lesbi dan Gay bukanlah permasalahan baru, tetapi Islam liberal berusaha mengkaji ulang tentang permasalahan Lesbi dan Gay, agar masyarakat dapat menerima keberadaan Lesbi dan Gay sebagai bentuk wajah keberagaman dan kebebasan.

Peristiwa Irshad Manji sebagai duta Islam liberal dapat dijadikan contoh kecil. Bahwa gagasan Irshad manji tentang Lesbi dan Gay masuk dalam ranah nusantara, ternyata di tolak oleh masyarakat Islam. Berangkat dari sinilah Islam liberal memberikan sebuah gambaran. Bahwa orang yang menolak Irshad Manji tidak menghargai sebuah kebebasan, padahal menolak atau menerima merupakan sebuah bentuk kebebasan, apabila dilihat secara utuh tentang makna kebebasan.

Irshad Manji merupakan duta besar Islam liberal dalam menggagas ke-Islaman dengan corak pandang budaya bangsa barat, padahal kalau di cermati dalam khazanah ke-Islaman sejak zaman klasik, bahwa Islam sangat mengutuk tindakan Lesbi dan Gay, tetapi Islam liberal berusaha melakukan sebuah tafsir Islam dengan cara paradigma budaya barat dalam membedah tentang Lesbi dan Gay. Sehingga mengakibatkan sebuah benturan antara teks dan konteks, apalagi Islam liberal berusaha dengan ngotot memasukkan gagasan tentang Lesbi dan Gay dalam ranah nusantara, agar Lesbi dan Gay dapat diterima dalam kehidupan masyarakat nusantara sebagai wajah Islam kontemporer.

Paradigma Islam liberal terus melakukan sebuah kajian dalam membedah budaya nusantara, agar masyarakat nusantara membuka diri dengan budaya bangsa barat, padahal bangsa barat sendiri tidak mau berwajah nusantara dalam menggagas berbagai permasalahan tentang eksistensi bangsa barat, begitupula masyarakat nusantara tidak akan cocok dengan budaya bangsa barat dalam mengkaji beragam persoalan.

Islam tradisional merupakan wajah masyarakat pribumi dalam setiap menggagas berbagai macam tentang khazanah ke-Islaman, sedangkan Islam liberal merupakan wajah bangsa barat dalam menggagas tentang ke-Islaman. Sehingga wajar dalam paradigma berpikir Islam liberal saat bersandingan dengan Islam tradisonal sering terjadi sebuah benturan dalam memberikan sebuah argumen tentang khazanah ke-Islaman.

Keberadaan Islam tradisional menginginkan sebuah paradigma antara teks dan konteks dapat terjadi sinergi yang saling melengkapi, tetapi Islam liberal cenderung mengarah terhadap kekuatan akal secara berlebihan dalam mengkaji ke-Islaman. Berangkat dari sinilah dalam kajian Islam liberal cenderung mengarah kepada kekuatan nalar, tetapi tidak mensinergikan antara teks dan konteks secara utuh, tetapi hanya sebatas teks dan konteks secara parsial.

Islam tradisonal dan Islam liberal dalam khazanah nusantara merupakan dua wajah yang berbeda. Sebab Islam tradisional mengedepankan paradigma ke-Islaman dengan teks dan konteks tanpa mengabaikan khazanah nusantara. Sedangkan Islam liberal dalam mengkaji ke-Islaman cenderung mengarah pada budaya bangsa barat, agar dapat di terima dalam kehidupan khazanah nusantara.

"Dan Kami Sekali-kali tidak akan mendapatkan petunjuk, kalau Allah tidak memberi petunjuk kepada kami". Dan Allah SWT lebih mengetahui. Melalui Dia diperoleh taufiq dan hidayah.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).......................

Westernisasi Berlindung di Balik HAM


HAM bagai senjata ampuh yang digunakan bangsa barat dalam memasukkan berbagai gagasan, baik yang menyimpang maupun yang masih bisa di nalar secara budaya masyarakat Nusantara. Sebab HAM tak jarang telah dijadikan pembenaran diri dari bangsa barat dalam melakukan berbagai aksi olah pikir maupun olah dalam bentuk tindakan, tentu dengan tujuan melakukan ekspansi di segala bidang dan arah dalam kehidupan masyarakat secara luas.

Keberadaan HAM memang begitu mulus saat dijadikan senjata ampuh bangsa barat dalam menekan lawan politis, apalagi disaat terdapat bangsa dunia ketiga yang berseberangan dengan kepentingan bangsa barat. Maka dengan segala cara bangsa barat melakukan sebuah tindakan mencari sebuah kesalahan dengan pembenaran HAM sebagai senjata ampuh dalam menekan para lawan politis maupun lawan dalam bentuk lainnya.

Begitu pula gerakan westernisasi sebagai gagasan bangsa barat dalam meletakkan pondasi ekspansi dalam bentuk pola pikir, baik tentang masalah sosial, budaya, agama dan berbagai bidang lainnya. Semua gerakan westernisasi mengarah pada bentuk ekspansi bangsa barat dalam memasukkan sebuah gagasan yang punya andil kepentingan bagi bangsa barat.

Pola pikir bangsa barat tentang westernisasi bukan hal baru dalam melakukan berbagai aksi. Bahkan westernisasi telah di bungkus dengan istilah HAM. Sehingga bangsa barat dengan melakukan sebuah gerakan westernisasi dengan belindung di balik HAM, agar gerakan westernisasi tidak terlihat secara memaksa. Namun gerakan westernisasi dapat terlihat secara halus, dan dapat terealisasi dengan mudah dalam melakukan berbagai aksi.

Kebebasan ala HAM sering digaungkan para pengusung westernisasi, agar serangkaian gerakan westernisasi terlihat menarik dan baik dalam penilaian masyarakat secara luas, padahal semua itu hanya sebuah tipu daya para pemikir bangsa barat dalam meletakkan pondasi westernisasi.

Saat berbicara tentang masalah HAM, para pengusung westenisasi begitu cantik memoles sebuah bahasa dengan indah, seperti kampanye Irshad Manji dalam pembenaran diri tentang gay dan lesbi. Bahkan tak jarang Irshad Manji menggunakan istilah kebebasan individu dalam mengukur tentang kebebasan HAM sebagai bentuk gerakan westernisasi, tentu gerakan Irshad Manji mengundang polemik bagi kalangan masyarakat secara luas. Sebab kampanye Irshad Manji sudah bicara tidak sekedar masalah HAM, tetapi sudah mengarah pada westernisasi tentang penghalalalan gay dan lesbi di tengah-tengah kehidupan beragama dan bernegara.

Lebih ironis lagi, westernisasi yang digagas Irshad Manji sudah mengarah pada ajaran Islam. Bahwa Islam Seolah-olah menghalalkan tindakan gay dan lesbi, padahal Islam sangat tegas dalam memberi sebuah gambaran tentang gay dan lesbi merupakan sebuah tindakan yang jauh dai Nilai-nilai Islam.

Masalah gay dan lesbi mengingatkan sejarah Nabi Luth dalam berjuang mengingatkan para kaum Sadum, tetapi para kaum Sadum tidak mau meninggalkan tindakan gay dan lesbi, akhirnya azab Allah datang menimpa kaum Sadum. Berangkat dari kisah singkat ini dapat di ambil sebuah pelajaran. Bahwa kaum gay dan lesbi merupakan tindakan yang sangat melanggar dari bangunan norma agama dan berbagai Norma-norma tentang kearifan lokal yang terdapat di bumi Nusantara.

Keberadaan gay dan lesbi yang di kampanyekan Irshad Manji merupakan sebuah bentuk westernisasi, tetapi Irshad Manji dalam kampanyenya tentang gay dan lesbi berlindung di balik istilah humanisme yang terdapat dalam Nilai-nilai HAM. Sehingga masyarakat nusantara sudah semestinya jeli membedakan antara westernisasi dengan HAM, tetapi sayangnya rumusan HAM yang di bangun bangsa barat cenderung mengarah pada pembenaran diri tentang gerakan westernisasi. Sebab HAM dalam kaca mata bangsa barat telah dijadikan sebuah pembenaran diri dalam membendung maupun melawan segala tindakan yang menyimpang dari kepentingan bangsa barat.

Westernisasi di balik HAM merupakan sebuah bentuk penerapan ekspansi ala bangsa barat dalam melakukan berbagai ekspansi ditengah-tengah kehidupan masyarakat secara luas, tentu dengan tujuan mengeruk kekayaan dan membuat kekacauan dalam budaya dan kehidupan masyarakat di Nusantara.

Berangkat dari tulisan sederhana ini dapat di ambil sebuah pembelajaran tentang westernisasi yang di bungkus dengan rapi melalui istilah HAM sebagai bentuk pengejawantahan tentang humanisme ala bangsa barat. Sebab semua itu tak lepas dari bentuk tipu daya bangsa barat, untuk meletakkan pondasi ekspansi di segala bidang dengan jalan westernisasi sebagai alat kekuasaan bangsa barat dalam mencengkeram di bumi Nusantara. Semoga Allah memberi rahmat dan berkah kepada para pemikir Islam di seluruh Nusantara, Amiin..............

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
..............