Sunday, 13 January 2013

Negeri Dongeng: Semua Sama di Mata Hukum





Ketika di saat paradigma pemikiran berusaha memecahkan berbagai permasalahan tentang supremasi hukum, dari situlah teringat sebuah istilah: "duduk sama rendah, berdiri sama tinggi", bahwa seluruh masyarakat tidak memandang kaum pejabat atau kaum miskin, di mata hukum tetaplah sama kedudukannya. Karena  supremasi hukum merupakan panglima keamanan yang melindungi segenap masyarakat luas dari segala bentuk kezaliman. Sehingga dengan adanya  supremasi hukum diharapkan dapat menekan segala bentuk sebuah kejahatan maupun segala bentuk penyimpangan, supaya masyarakat aman, tenteram, nyaman, dan damai di dalam realita kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keberadaan supremasi hukum sangat urgen sebagai denyut nadi kepercayaan masyarakat, baik masyarakat pedesaan sampai masyarakat perkotaan, apalagi dengan adanya supremasi hukum begitu besar mempengaruhi segala bentuk aktivitas di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat.  Karena, apabila supremasi hukum tidak dapat tegak berdiri di suatu bangsa, berarti sama dengan supremasi hukum, telah mengalami musibah yang sangat membahayakan bagi kelangsungan sebuah tatanan di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat secara universal.

Sebuah bangsa di saat mengalami sebuah kemajuan di segala aspek kehidupan, semua tak lepas dari sebuah permasalahan hukum, dan begitu juga sebuah bangsa menjadi lemah di sebabkan dari permasalahan hukum juga. Sehingga hukum sangat urgen membangun atau meruntuhkan bagi keutuhan sebuah bangsa, jadi semua tak lepas di sebabkan dari sebuah permasalahan hukum. Maka tidak ada bahasa lain, selain terus membangun supremasi hukum secara baik, supaya tidak ada lagi terjadi sebuah hukum yang berbentuk "tajam kebawah dan tumpul keatas", apabila sebuah bangsa ingin berdiri tegak sebagai bangsa yang kuat dan bermartabat.

Membangun sebuah bangsa dan negara di berbagai aspek kehidupan, untuk menyelenggarakan supremasi hukum seadil-adilnya di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat, bukan supremasi hukum yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, supaya supremasi hukum dapat berdiri kuat dengan kokohnya, tentu tak lepas dari sebuah kerja sama, baik dari para pejabat negara maupun dari masyarakat luas.

Supremasi hukum merupakan sebuah Undang-undang yang berdasarkan dari tatanan secara resmi yang dianggap mengikat, dan dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Sehingga pemerintah sebagai pengelola negara, untuk terus mengupayakan supremasi hukum dapat berdiri tegak dan tanpa pandang bulu, di saat melihat berbagai kasus di dalam sebuah lembaga peradilan.

Di saat ada sebuah kasus yang melibatkan masyarakat kecil, hukum begitu tegaknya menjerat para pelaku dengan lebih mudah, apabila di banding saat hukum berhadapan dengan para pengelola negara, baik keluarga pejabat negara maupun para pejabat negara itu sendiri. Berangkat dari sinilah, terlihat sebuah supremasi hukum  yang tumpang tindih di saat memperlakukan antara kasus keluarga pejabat negara maupun kasus pejabat negara itu sendiri, apabila dibanding supremasi hukum saat berhadapan dengan sebuah kasus dari masyarakat kecil, tidak lain dan tidak bukan, hukum begitu tumpul di saat berhadapan dengan para pejabat negara dan keluarga pejabat negara, tetapi di saat hukum berhadapan dengan masyarakat kecil, hukum begitu garang dengan penuh ketajaman.

Melihat supremasi hukum di sebuah negara yang bernama Indonesia, nampak terlihat seperti: dongeng yang  sangat memalukan, bagaimana tidak? di saat ada sejumlah pejabat negara maupun keluarga pejabat negara, terlibat dengan berbagai permasalahan pelanggaran hukum. Maka supremasi hukum terasa tumpul keberadaannya, padahal supremasi hukum sebagai panglima keamanan dan perlindungan bagi masyarakat luas. Sehingga apabila supremasi hukum terlihat tumpul di saat berhadapan dengan para pejabat negara maupun di saat berhadapan dengan para keluarga pejabat negara, berarti sama dengan negara sedang mengalami kematian perlahan-lahan, kalau keberadaan supremasi hukum tidak secepat mungkin di benahi di dalam realita kehidupan berbangsa dan bernegara.

Negeri dongeng merupakan sebuah negeri impian yang menginginkan tegaknya sebuah supremasi hukum tanpa pandang bulu, tetapi itu hanya sebatas sebuah cerita mimpi kecil tentang sebuah negeri dongeng. Karena di dalam realita kehidupan berbangsa dan bernegara, ternyata supremasi hukum masih bersifat "tajam kebawah dan tumpul keatas". Sehingga hukum yang bersifat semua sama di mata hukum, ternyata hanya sebatas angan-angan atau di sebut dengan istilah: "negeri dongeng belaka". Sungguh sangat mengerikan, apabila kondisi seperti ini, terus dibiarkan tanpa penyelesaian secara tepat sasaran.

Semoga Allah SWT memberikan ketabahan kepada kami semua, untuk terus memantau berbagai kasus hukum di sebuah negeri yang bernama Indonesia, supaya kedepan negeri Indonesia benar-benar mampu menegakkan supremasi  hukum dengan istilah: "semua sama di mata hukum", baik hukum bagi para pejabat, keluarga para pejabat, dan  bagi khalayak  masyarakat pada umumnya, Amin....

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)........

Pendidikan Sesat





Dunia pendidikan merupakan sebagai pintu gerbang terdepan, untuk membangun semangat kemandirian dan juga sebagai bentuk proses mendewasakan diri para anak-anak didik, dengan melalui berbagai upaya pengajaran dan pelatihan, tetapi kalau dunia pendidikan sudah kehilangan hati nurani sebagai pendidik masa depan anak-anak didik, berarti sama dengan sebuah bangsa dan negara sudah kehilangan tongkat dari sifat-sifat yang arif dan bijaksana. Mengingat dunia pendidikan merupakan sebuah usaha dan upaya dari para pendidik dalam melakukan sebuah pengubahan sikap dan tata laku kepada para anak-anak didik.

Keberadaan dunia pendidikan sangat urgen membentuk pola pikir anak didik, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya, tetapi kalau dunia pendidikan sudah kehilangan tongkat nurani, tentu generasi selanjutnya akan mengalami kehancuran dari segi akhlak, dan menuju kehancuran dari segi lainnya. Semua tak lepas dari  dunia pendidikan yang mengalami kekacauan di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat saat ini.

Membangun dunia pendidikan di segala aspek kehidupan, tidak dapat di tawar-tawar lagi. Karena kalau  dunia pendidikan tetap mengalami stagnasi di dalam memberikan sebuah bimbingan kepada anak didik, berarti sama dengan dunia pendidikan telah kehilangan hati nurani yang sangat membahayakan bagi kelangsungan anak-anak didik, untuk menuju ke-jenjang masa depan selanjutnya. Maka tidak ada kata lain, selain dunia pendidikan, untuk terus berupaya membangun dari dalam terlebih dahulu, supaya dunia pendidikan dapat menjadi sebagai suri tauladan bagi para anak-anak didik.

Dunia pendidikan yang jauh dari hati nurani, tak lepas dari sebuah pendidikan yang hanya mengejar keuntungan semata, bahkan lebih cenderung dengan mengedepankan pola kapitalis saat melaksanakan sebuah tatanan pendidikan, tentu pendidikan dengan model seperti ini, sangat mencederai sebuah bangunan pendidikan secara universal. 

Pendidikan telah kehilangan hati nurani di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat, ketika di saat ada anak didik yang tidak mampu membayar biaya pendidikan, tetapi pendidikan sebagai lembaga pendidik malah mengeluarkan anak didik dari sebuah sekolah atau sebuah perguruan tinggi. Sehingga secara tidak langsung anak didik yang tidak mampu membayar di dunia pendidikan harus menyandang sebagai pelajar yang putus sekolah, tentu peristiwa ini merupakan sebuah tamparan keras bagi dunia pendidikan sebagai lembaga pendidik yang sudah seharusnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, bukan hanya sebatas mengejar materi semata.

Dengan kejadian ada anak didik yang dikeluarkan dari dunia pendidikan, gara-gara tidak mampu membayar biaya pendidikan, berarti sama dengan pendidikan telah kehilangan hati nurani sebagai tempat mendidik para anak didik.

Permasalahan tentang dunia pendidikan yang sudah kehilangan hati nurani tak dapat dianggap remeh begitu saja, apalagi dianggap enteng di dalam tatanan di dunia pendidikan, tetapi permasalahan dunia pendidikan yang telah mengeluarkan anak didik yang tidak mampu membayar iuran pendidikan, termasuk salah satu sebuah bukti besar, bahwa solusi kebijakan dari dunia pendidikan telah mengarah menuju sebuah pendidikan dengan bentuk kapitalisme.

Kapitalisme pendidikan merupakan sebuah pendidikan yang hanya mengejar keuntungan materi semata, tanpa melihat dari sisi kemanusiaan, seperti: kasus pada anak didik yang dikeluarkan dari sekolah gara-gara tidak dapat membayar biaya pendidikan, padahal pendidikan tidak seharusnya mengejar nilai-nilai keuntungan materi semata, tetapi nilai-nilai kemanusiaan juga harus menjadi perhitungan bagi dunia pendidikan.

Lebih jauh lagi, ada sebuah kasus anak didik yang telat membayar iuran pendidikan, dan ternyata anak didik tersebut, telah di keluarkan dari lembaga dunia pendidikan, berarti model pendidikan dalam bentuk seperti ini, benar-benar telah membangun sebuah tatanan pendidikan dengan mengedepankan dalam bentuk materi semata, tetapi tidak melihat dari sudut pandang nilai-nilai kemanusiaan. Maka melihat dari peristiwa ini, sudah seharusnya pendidikan dengan bentuk sebagai lembaga pendidik, untuk kembali sebagai tempat lembaga pendidik yang berbasis masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, bukan hanya sebatas mengejar keuntungan dari nilai-nilai materi belaka.

Pendidikan telah kehilangan hati nurani di saat ada anak didik yang telat membayar atau ada anak didik yang tidak mampu membayar, tetapi pendidikan sebagai lembaga pendidik, untuk mengajarkan tentang sebuah nilai-nilai kebaikan, malah mengeluarkan anak didik tersebut, berarti dunia pendidikan sama dengan telah terjebak dalam kesesatan materi semata.

Sebenarnya, pendidikan sebagai lembaga pendidik di saat menghadapi kasus dari anak didik yang telat membayar iuran atau kasus dari anak didik yang tidak mampu membayar uang pendidikan. Maka sudah menjadi kewajiban dari dunia pendidikan sebagai lembaga pendidik, untuk mencari solusi yang tepat dengan cara memberikan sebuah tenggang waktu atau bahkan lebih berani memberikan beasiswa kepada anak didik yang tidak mampu membayar di sebuah lembaga pendidikan, tetapi bukan malah langsung mengeluarkan kebijakan tanpa kompromi dari anak-anak didik yang telat membayar iuran atau yang tidak mampu membayar iuran.

Dunia pendidikan sebagai pintu gerbang membangun sebuah moral bangsa, tetapi kalau pendidikan hanya mengedepankan sebuah nilai-nilai keuntungan materi semata, berarti sebuah dunia pendidikan dengan bentuk seperti ini, telah benar-benar kehilangan hati nurani sebagai lembaga pendidik yang diharapkan mampu menjadi pintu gerbang membangun dari segala aspek kehidupan masyarakat luas.

Ketika masyarakat luas dihadapkan dengan dunia pendidikan dengan peristiwa diatas, bahwa di saat ada sejumlah anak didik yang telat membayar iuran maupun ada sejumlah anak didik yang tidak mampu membayar pendidikan, tetapi pendidikan sebagai lembaga pendidik malah mengeluarkan anak didik tanpa di sertai kebijakan yang arif dan bijaksana, berarti model pendidikan seperti ini, dapat dikatakan sebuah tatanan pendidikan dengan istilah: "pendidikan sesat". Karena pendidikan dengan mengambil sebuah tatanan kebijakan seperti ini, berarti sama dengan tatanan pendidikan yang tidak punya hati nurani, tetapi  tatanan pendidikan yang lebih mengedepankan dalam bentuk materi semata.

Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada para anak didik, untuk terus belajar menuju lebih baik, supaya kedepan mampu membenahi dunia pendidikan yang sudah kehilangan segumpal hati nurani, Amin.....

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)........

Tsunami Rentenir (wong seng nganakke duwet)





Jihad melawan rentenir bagian dari bentuk sebuah perjalanaan ibadah, bagaimana tidak? rentenir sangat meresahkan bagi  realita kehidupan masyarakat secara luas, khususnya masyarakat pedesaan. Sehingga peran dari pemerintah sebagai pengelola negara di harapkan mampu membendung tsunami rentenir yang begitu dahsyat menerjang di berbagai sendi-sendi realita kehidupan masyarakat Nusantara.

Keberadaan rentenir tidak dapat di anggap permasalahan kecil, tetapi rentenir salah satu bencana besar yang sangat merugikan masyarakat luas, apabila keberadaan rentenir dibiarkan tumbuh berkembang pesat. Maka kerusakan di dalam kehidupan benar-benar menjadi sebuah kenyataan, apalagi rentenir sangat jelas merugikan bagi masyarakat luas, tentu pemerintah sebagai pengelola negara sudah seharusnya bertindak dengan tegas dan berani, untuk melawan segala bentuk rentenir yang sangat membahayakan bagi tatanan kehidupan pendidikan, sosial, budaya, dan ekonomi.

Peran lembaga pendidikan sebagai bentuk pengarahan yang cerdas kepada anak-anak didik, bahwa segala  sesuatu yang berbentuk rentenir dengan menghasilkan uang secara riba, adalah: sebuah bentuk tindakan dari nilai-nilai yang jauh tentang makna kemanusiaan, bahkan tindakan rentenir di anggap sebagai bentuk pelanggaran dan kejahatan, tetapi peran lembaga pendidikan saat ini, ternyata masih dianggap kurang sebagai pintu gerbang, untuk menghilangkan segala bentuk rentenir yang terjadi di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat secara universal.

Begitu juga peran pemerintah sebagai pengelola negara masih sangat minim, untuk membangun sebuah ekonomi masyarakat yang handal dan kuat. Sehingga dapat membentuk masyarakat yang intens di segala aspek realita kehidupan masyarakat saat ini.

Keberadaan rentenir bagaikan gelombang tsunami menyapu sebuah daratan, bahkan rentenir lebih dahsyat dibanding dari gelombang tsunami. Karena rentenir melakukan aksi yang sangat halus dibalik nama humanisme, padahal penuh tipu daya yang menyesatkan, sungguh permasalahan rentenir tidak boleh dianggap masalah ringan,. tetapi permasalahan rentenir merupakan sebuah permasalahan yang sangat serius.

Biasanya, para rentenir memberikan pinjaman kepada si korban sebanyak Rp 1.000.000. dan didalam jangka sebulan menjadi Rp. 1.200.000 atau menjadi Rp. 1.100.00, berarti sama dengan para rentenir setiap satu bulannya menghasilkan uang sekitar 10 persen atau 20 persen. Sungguh tindakan rentenir ini sangat membahayakan bagi kelangsungan masa depan masyarakat luas.

Sedangkan rentenir bank titel cara kerjanya di saat mencari si korban, melalui pola menggunakan cara pendekatan yang sangat sederhana, ketika ada seseorang yang membutuhkan uang, maka rentenir bank titel mendekati dengan cara memberikan sebuah pinjaman, tetapi pinjaman itu berbunga yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, dan biasanya orang yang sudah terjerat rentenir bank titel, sangatlah sulit untuk keluar dari permasalahan meminjam uang dari rentenir bank titel tersebut.

Salah satu contoh: bentuk rentenir bank titel saat melakukan sebuah aksi dengan cara riba, biasanya  rentenir bank titel melakukan sebuah aksi memberikan pinjaman uang kepada si korban sebesar Rp 100 ribu, dipotong Rp 15 ribu untuk biaya administrasi. Ia harus mengangsur sebesar Rp 13 ribu setiap minggu untuk jangka waktu pelunasan selama 10 minggu. Dari sinilah terlihat  rentenir bank titel meraup sebuah keuntungan selama 10 minggu sebesar 45 ribu. Sungguh ini merupakan sebuah aksi kezaliman yang dilakukan rentenir bank titel, bahkan lebih jauh lagi tindakan rentenir bank titel di saat korban tidak mampu membayar pinjaman, maka rentenir bank titel malah membuat siasat penuh tipu daya, untuk mengajak rentenir bank titel lainnya, supaya meminjamkan uang kepada si korban. Sehingga mau tidak mau, si korban meminjam sejumlah uang kembali kepada rentenir bank titel yang baru, sebagai bentuk si korban mengambil jalan sebuah inisiatif solusi, padahal itu bukan inisiatif solusi yang tepat, tetapi malah menjerat  si korban lebih jauh lagi masuk dalam  jurang  rentenir bank titel.

Dengan melihat pola aksi para  rentenir saat mendapatkan sebuah keuntungan, semua tak lepas dari sebuah kesepakatan antara si korban dan para rentenir, tetapi sebenarnya sebuah bentuk kesepakatan yang penuh dengan tipu daya. Jadi selama satu bulan atau sepuluh minggu, bisa juga lebih atau kurang dari data di atas, bahwa hasil dari tindakan para  rentenir bisa kurang atau lebih nominalnya saat melakukan aksi nganakke duwet.

Rentenir kalau di dalam bahasa jawa di sebut dengan  istilah: "wong seng nganakke duwet". Karena para rentenir dengan bermodalkan uang semisal 100 ribu, dan ternyata di dalam jangka waktu satu bulan uang  itu berjumlah menjadi 120 ribu. Inilah yang dikatakan para gerombolan rentenir yang mencari nafkah dengan membungakan uang.

Unik!, itulah bahasa yang tepat  di saat melihat ada uang yang bisa beranak, soalnya dahulu kala sering ada anak kecil bertanya, apakah ada uang yang bisa beranak? ternyata jawabannya ada, yaitu: uang para rentenir. 

Sungguh ironis!, itulah bahasa yang tepat, untuk disematkan buat para  rentenir, dia kaya uang dengan harta  yang berlimpah, tetapi hati nurani begitu miskinnya, padahal sebagai manusia sejatinya di beri amanah, untuk saling berbagi antar sesama, tetapi dia malah menindas orang yang lemah dan orang yang butuh bantuan.

Gelombang tsunami rentenir tidak boleh dibiarkan meluas seantero Nusantara, maka sudah saatnya para aparatur negara yang diberi amanah, untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, supaya menjadi lebih baik dan bermartabat, maka tidak ada kata lain, secepat mungkin para aparatur negara menghentikan segala bentuk rentenir di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat luas, khususnya masyarakat pedesaan yang dilanda gelombang tsunami rentenir di dalam kehidupannya.

Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada para aparatur negara, untuk terus berjihad melawan segala bentuk  rentenir, supaya bangsa Indonesia dari pedesaan sampai perkotaan menjadi adil, makmur, sentosa, damai, dan sejahtera, Amin......

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)........