Tuesday, 6 December 2011

Para Pendukung Keraton Ngayogyakarta Mulai Bertindak Mengerikan




Tindakan pendukung Keraton Ngayogyakarta terhadap George Aditjondro yang ingin mengusir dari Yogya merupakan nilai negatif dalam perkembangan sebuah kebebasan menyatakan pendapat, apalagi menyerang kebebasan sebuah kampus ternama di Indonesia dalam megeluarkan sebuah pendapat dan gagasan di UGM.

Pernyataan pendapat di tujukan terhadap seorang penguasa merupakan hal yang sangat wajar dalam membangun sebuah kritik, tetapi kalau para pendukung keraton menyikapi sebuah kritik dari kampus terlalu berlebihan, tentu akan membawa dampak negatif bagi sang penguasa, sehingga tindakan para pendukung Keraton sangat membahayakan kedudukan Keraton itu sendiri sebagai pengayom masyarakat Ngayogyakarta.

Keberadaan Ngayogyakarta merupakan kota yang jauh dari bising politis, namun di saat ini Ngayogyakarta sudah menjadi tempat adu politis, bahkan ironis masyarakat telah dibenturkan dengan permasalahan politis dari kekuasaan keraton Ngayogyakarta.

Sikap masyarakat Ngayogyakarta yang dahulu terkenal dengan istilah adem ayem, tetapi sekarang telah dirubah sedemikian rupa, karena ada kepentingan oknum pelanggengan kekuasaan, baik dari kekuasaan daerah maupun pusat dalam bermain di air keruh Ngayogyakarta, sehingga sudah dapat di tebak akan muncul tumbal baru dalam pelanggengan sebuah kekuasaan. Nah! yang akan menjadi korban keserakahan kekuasaan tidak lain dan tidak bukan masayarakat kecil itu sendiri.

Para pendukung Keraton Ngayogyakarta akan terus berupaya membuat isu masalah keistimewaan dan masalah gubernur yang akan dipilih langsung berdasarkan pilkada yang saat ini dipakai di berbagai daerah, lalu apakah masyarakat yogya akan dikorbankan sebagai penjaga kekuasaan Keraton Ngayogyakarta? Nah! disinilah sudah dapat diprediksi, bahwa sebuah politis akan mencari korban dan tumbal, sehingga para pendukung Sultan mulai terlihat melakukan gerakan penghadangan terhadap siapa saja yang mengusik kekuasaan Keraton Ngayogyakarta.

Melihat keberadaan para pendukung Keraton Ngayogyakarta yang kian hari terlihat mengerikan dalam menanggapi sebuah persoalan, mengingatkan kita di saat para pendukung Soeharto memberikan perlawanan terhadap para penyerang kekuasaan Soeharto, tetapi saat ini kita disuguhkan kembali melalui perlawanan dari para pendukung Keraton terhadap para penyerang kekuasaan Keraton Ngayogyakarta.

Kalau kita perhatikan dari tingkah laku para pendukung Keraton Ngayogyakarta, ketika ada kritik melalui diskusi, obrolan di warung kopi, dan berbagai media kita tak jarang melihat dan membaca komentar umpatan sampai tindakan pengusiran terhadap orang yang berani menyerang kekuasaan keraton, tetapi yang perlu di ingat para pendukung kekuasaan keraton Ngayogyakarta, bahwa tidak ada sebuah bangsa dan keraton yang abadi di alam semesta ini, semua punya umur dan waktu berakhir dalam mengemban sebuah kekuasaan.

Berangkat dari tulisan di atas sudah sepatutnya para pendukung keraton, untuk melakukan tindakan jauh dari nilai destruktif, tetapi harus pandai menghargai sebuah perbedaan pendapat, karena, apabila melakukan tindakan destruktif dan terlalu represif, maka akan mempertegas citra buruk keraton itu sendiri di mata lingkup yang lebih luas, karena masyarakat yang melihat Yogya tidak hanya masyarakat setempat, tetapi seluruh nusantara melihat keberadaan keraton Ngayogyakarta yang dahulu terkenal adem ayem, tetapi saat ini telah terjebak politik praktis yang di galang para pendukung setia keraton Ngayogyakarta, tentu dengan tujuan melanggengkan kekuaasaan keraton Ngayogyakarta. Wallahu a'lam bisshowab.............

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)............

Departemen Agama Lembaga Terkorup, Berarti UIN Gagal Mencetak Regenerasi Suri tauladan




Hasil survey KPK terhadap lembaga agama yang di anggap sebagai sarang para koruptor membuat telinga panas, bagaimana tidak? departemen agama yang sudah semestinya memberikan suri tauladan nilai kebaikan, ternyata lebih parah di banding lembaga yang notabene bukan berdasarkan agama, padahal lembaga agama didominasi dari alumni lembaga UIN. Nah! di sinilah tantangan berat lembaga perguruan tinggi UIN, agar kedepan tidak hanya sekedar mencetak intelektual muda, tetapi mampu menerapkan sifat dan sikap yang jauh dari nilai keserakahan dan materialisme.

Departemen agama sebagian besar di isi dari alumni UIN, tetapi dengan kejadian lembaga agama sebagai terkorup di Indonesia, berarti dapat dikatakan lembaga pendidikan UIN telah gagal mencetak regenerasi suri tauladan yang baik dan menjadi suri tauladan di Tengah-tengah kehidupan masyarakat. Inilah tantangan lembaga perguruan tinggi UIN, agar kedepan mampu mencetak regenerasi handal di segala bidang, tetapi bukan handal menilep uang negara, untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Kegagalan UIN mencetak alumni yang dapat menjadi suri tauladan dalam mengelola sebuah lembaga, tak lepas dari keberadaan kampus yang saat ini berkiblat dari bangsa barat, sehingga terjadi benturan antara karakter asli budaya masyarakat timur dengan budaya masyarakat barat, sehingga kontrol nilai ketimuran telah mulai di gerus dengan nilai barat yang serba bebas dan bahkan cenderung materialis.

Sistem pendidikan perguruan tinggi UIN saat ini, sudah seharusnya mengambil dari sebuah nilai budaya timur melalui cara kesederhanaan dalam bersikap, bukan malah melakukan pengembangan budaya barat yang jauh dari nilai sahaja dan kesederhanaan.

Regenerasi UIN saat ini cenderung menonjolkan ala barat dalam corak berpikir dan bersikap, tentu corak tersebut bertentangan dari nilai ketimuran. karena nilai ketimuran tentang tata cara hidup yang lebih mengedepankan kesederhaan dalam berpakaian maupun apapun itu bentuknya, telah mengalami regresi ketimuran dan menuju gagasan dan cara pandang kebaratan. sehingga malah mengakibatkan kerusakan budaya timur itu sendiri. Inilah yang harus menjadi perhatian para pengasuh lembaga perguruan tinggi UIN di Indonesia.

Kegagalan lembaga pendidikan perguruan tinggi UIN dalam menerapkan nilai kesederhanaan ala timur, telah mengakibatkan korupsi di lembaga agama yang dihuni sebagian besar alumni UIN, semua kejadian itu tak lepas dari tanggung jawab para dosen yang membawa ilmu barat secara Mentah-mentah kepada mahasiswa UIN, sehingga kerancuan fakta dan teori terjadi dalam lingkup mahasiswa UIN, bahkan menimbulkan kekacauan pola berpikir yang berbeda antara masyarakat dengan ilmu yang di pelajarinya.

Perbedaan yang jauh antara gagasan dan realita inilah yang menghasilan sikap acuh tak acuh terhadap nilai masyarakat timur tentang bagaimana cara hidup sederhana dan bersahaja, bukan malah mengejar materi yang tidak halal dengan menilep uang negara, sehingga kedepan lembaga UIN kembali pada nilai positif tentang tradisi masyarakat timur, bukan menganut gaya liberal ala barat yang serba materialis.

Uraian di atas merupakan tantangan kedepan lembaga pendidikan perguruan tinggi UIN saat ini, dan sudah seharusnya UIN mampu membangun regenerasi muda yang jauh dari sifat tidak terpuji, bukan malah menjadi bumerang di lembaga agama salah satu lembaga terbesar dihuni para alumni UIN itu sendiri. Wallahu a'lam bisshowab.............

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)............