Saturday 13 October 2012

Membangun Pendidikan ala Islam Tradisional




Pendidikan merupakan pintu gerbang dalam membangun sumber daya manusia. Sehingga pendidikan sangat urgen bagi kemajuan sebuah bangsa dan negara. Mengingat pendidikan sebagai peletak dasar awal mula membangun sumber daya manusia, sebelum terjun langsung ditengah-tengah kehidupan masyarakat.


Membangun pendidikan yang berorientasi pada kearifan lokal merupakan sebuah keniscayaan yang tak dapat ditolak. Karena kearifan lokal salah satu watak dan kepribadian masyarakat setempat dalam mengeja langkah menuju kehidupan sejati.

Kearifan lokal modal awal dalam membangun para pelajar, agar kedepan para pelajar mengerti dan paham akan realita kehidupan. Sehingga para pelajar menemukan jati diri sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya sebatas teoritis belaka, tetapi lebih mengena pada kehidupan secara nyata.

Kehidupan pendidikan di negeri Nusanatara, sudah semestinya membangun jiwa dan ruh dalam kehidupan para pelajar, agar para pelajar mendapatkan sebuah ilmu yang bermanfa'at dalam menatap masa depan, tetapi pendidikan yang terjadi saat ini, ternyata tak jarang ditemukan ilmu yang jauh dari kearifan lokal. Sehingga para pelajar berada dalam tekanan kubangan asing, apalagi para pelajar diwajibkan belajar berbagai idiologi luar yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, tentu pendidikan model seperti ini, cenderung mengarah pada westernisasi.

Pendidikan di Nusantara sudah saatnya berorientasi pada nilai-nilai kearifan lokal yang bertumpu pada nilai-nilai ke-Islaman. Karena nilai-nilai kearifan lokal yang bertumpu pada nilai-nilai ke-Islaman merupakan sebuah realita tang tak dapat ditolak. agar dapat membangun watak dan kepribadian para pelajar yang sesuai dengan moral kebangsaan.

Ketika moral bangsa terjadi sebuah istilah rekonstruksi, berarti bangsa dan negara mengalami kehidupan yang sehat, tetapi disaat sebuah bangsa terjadi istilah destruktif moral, berarti sebuah bangsa dan negara mengalami regresi dibawah titik nadir yang membahayakan bagi kehidupan masyarakat secara luas.

Keberadaan kearifan lokal yang bertumpu pada niali-nilai ke-Islaman merupakan sebuah pandangan Islam tradisional dalam membangun sebuah pendidikan, agar pendidikan di negeri Nusantara dapat berkembang dan mengalami kemajuan sesuai kepribadian sebuah bangsa dan negara.

Kearifan lokal dan nilai-nilai ke-Islaman merupakan sebuah keniscayaan yang tak dapat dibantah dalam membangun pendidikan di negeri Nusantara, agar pendidikan semakin jaya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih bermanfa'at, apalagi kearifan lokal dan nilai-nilai ke-Islaman dapat di ibaratkan "jiwa dan raga" yang tak dapat dipisahkan.

Semoga Allah SWT memberi rahmat dan berkah kepada para pendidik di negeri Nusantara, Amiin..........

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........



Menentukan Jenis Kelamin HAM ala Islam Tradisional






Jenis kelamin HAM yang ada di Indonesia masih bersifat abu-abu, padahal sudah semestinya HAM berpihak pada kearifan lokal, dan menjunjung tinggi falsafah tepa selira, bukan kebebasan dan keterbukaan yang berpangkal pada westernisasi.
 
HAM di Indonesia tak jarang menjadi alat westernisasi. Sehingga banyak kebijakan para pengiat HAM yang lebih membela rok mini, dari pada menegakkan nilai-nilai sopan santun ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
 
Nah! kalau HAM di Indonesia sudah berbentuk westernisasi, berarti HAM di Indonesia telah menjadi propaganda para penggiat westernisasi dalam menegakkan nilai-nilai yang diusung dari bangsa barat. Mengingat nilai-nilai bangsa barat tak jarang bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal.
 
Keberadaan HAM di Indonesia bagai buah simalakama, bagaimana tidak? HAM terlihat indah dibagian luarnya, tetapi sangat menusuk dibagian dalamnya, tentu ini merupakan sebuah fakta yang tak dapat dipungkiri atas nama HAM yang ada dinegeri Indonesia.
 
Berbagai gagasaan HAM memang terasa indah, apabila tidak bisa membedakan antara falsafah tepa selira dengan falsafah liberalisme ala barat. Karena HAM tak jarang berlindung atas nama liberalisme, padahal liberalisme yang dibangun dalam paradigma HAM bersifat westernisasi, tetapi bukan falsafah tentang sopan santun dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat.
 
Menentukan jenis kelamin HAM di Indonesia, sudah semestinya menggali dari falsafah nilai-nilai kearifan lokal, dan berpangkal pada nilai-nilai agama Islam, agar terjadi sebuah sinergi yang kuat dalam kehidupan masyarakat. Mengingat kearifan lokal merupakan kepribadian dan watak masyarakat, sedangkan nilai-nilai ke-Islaman merupakan ajaran agung dalam menentukan arah kebenaran dalam kehidupan didunia maupun diakhirat.
 
Islam tradisional merupakan sebuah gagasan dalam menggali kearifan lokal yang bertumpu pada nilai-nilai ke-Islaman. Sehingga Islam tradisional terus berupaya memberikan sebuah pandangan tentang berbagai fenomena klasik sampai fenomena kontemporer yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat secara luas.
 
Semoga Allah SWT selalu memberi pencerahan kepada para pembaca tulisan singat ini, Amiin.......

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........

Islam Tradisional Pada Masa Reformasi






Masa reformasi menjadi tonggak perjalanan sebuah bangsa besar dalam membangun kekuatan yang bertumpu pada demokrasi, tetapi dalam perjalanan reformasi menghadapi beragam kendala yang membelit kehidupan sebuah bangsa dan negara. Mengingat reformasi sebuah masa dengan slogan kebebasan dan keterbukaan.

Kebebasan dan keterbukaan pada masa reformasi menghasilkan beragam corak pandang masyarakat dalam mengungkap sebuah realita kehidupan. Namun dengan masa kebebasan dan keterbukaan banyak paradigma yang menyimpang dari nilai-nilai kearifan lokal. Sehingga dengan realita putaran arus kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami berbagai kendala yang sangat mengkhawatirkan.

Perang idiologi pada masa reformasi, begitu menggeliat dalam kehidupan masyarakat, baik idiologi liberalisme, sekulerisme, marxisme, nihilisme, positivisme, khilafahisme dan masih banyak lagi bangunan idiologi yang hadir pada arus reformasi.

Kehadiran reformasi merupakan sebuah puncak pertarungan beragam idiologi ditengah-tengah masyarakat, baik idiologi yang mengusung minoritas maupun mayoritas. Sehingga kekacauan dalam pola pikir terjadi pada masa reformasi, apalagi reformasi mengandung sebuah nilai-nilai kebebasan dan keterbukaan, tentu membuat banyak pihak memanfaatkan momentum reformasi dengan segudang pemikirannya.

Liberalisme dengan berbaju westernisasi tak ketinggalan meramaikan pertarungan idiologi. Bahkan tak jarang liberalisme masuk dalam kajian ke-Islaman, tentu diharapkan mampu mencapai sebuah pemikiran yang sesuai dengan bangsa barat. Mengingat paradigma liberalisme sangat menyimpang dari tatanan masyarakat pribumi sebagai bangsa yang berpegang teguh pada falsafah tepa selira.

Membangun gagasan pada masa reformasi merupakan sebuah realita yang nampak mencerahkan, tetapi ternyata tak jarang bangunan reformasi bersifat abal-abal. Mengingat kebenaran pada masa reformasi sulit dibedakan antara hitam dan putih, semua terasa sulit saat memilah antara sesat dan benar menjadi abu-abu kebenaran.

Masa reformasi tak jarang geliat kebebasan dan keterbukaan disalah-gunakan. Sehingga menghasilkan kebebasan dan keterbukaan yang menyimpang dari kearifan lokal, tentu peristiwa reformasi yang disalah-gunakan harus diluruskan sesuai dengan kearifan lokal ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Islam tradisional pada masa reformasi sebagai garda depan dalam membangun sebuah gagasan dengan mengangkat kearifan lokal yang berpangkal pada nilai-nilai ke-Islaman, agar terjadi sebuah sinergi yang saling melengkapi antara masyarakat pribumi dengan iklim sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.

Pendidikan salah satu pintu gerbang terbesar pada masa reformasi dalam mengubah sendi-sendi kehidupan. Sehingga banyak sekali paradigma pemikiran dari bangsa asing yang hadir dalam dunia pendidikan. Mengingat pendidikan salah satu tempat yang tepat dalam membentuk karakter masyarakat yang sesuai dengan kepentingan para politisi.

Pada masa reformasi sudah semestinya dimulai dengan membangun paradigma pemikiran yang berakar pada kearifan lokal. Karena kearifan lokal merupakan jati diri sebuah bangsa, apabila jati diri sebuah bangsa tidak mendapatkan tempat yang semestinya, tentu sangat mengkhawatirkan akan terjadi polemik sosial yang sangat membahayakan bagi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Memberdayakan kearifan lokal, tentu disertai nilai-nilai ke-Islaman, agar terjadi sebuah realita yang saling bersinergi satu sama lain. Karena kearifan lokal dan nilai-nilai ke-Islaman merupakan sebuah perpaduan antara ruh dan raga.

Keberadaan kearifan lokal ditengah-tengah kehidupan masyarakat luas, sudah semestinya pada masa reformasi menjadi acuan dalam membangun sebuah bangsa dan negara. Karena kalau sebuah bangsa dan negara hanya bertumpu pada kebebasan dan keterbukaan, tentu akan terjadi sebuah penyimpangan dalam kehidupan. Mengingat kebebasan dan keterbukaan belum mempunyai jenis kelamin yang jelas.

Kebebasan dan keterbukaan sudah seharusnya tidak berjenis kelamin ganda, tetapi berjenis kelamin pada akar kehidupan masyarakat lokal, agar terjadi sebuah sinergi yang kuat antara masyarakat dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kebebasan dan keterbukaan pada masa reformasi tak jarang dimanfa'atkan segelintir kelompok dengan mengatasnamakan HAM, tetapi pada substansinya segelintir kelompok tersebut, ingin memasukkan paradigma pemikiran yang bersandarkan pada gerakan westernisasi.

Lalu muncul pertanyaan dari lubuk hati yang paling dalam, kebebasan dan keterbukaan seperti apa yang tepat pada masa reformasi? Jawabannya sederhana, tentu tidak lain dan tidak bukan, kebebasan dan keterbukaan yang sesuai dengan falsafah kearifan lokal dengan bersandar pada nilai-nilai ke-Islaman. Sehingga dapat menghasilkan kebebasan dan keterbukaan yang sehat ditengah-tengah kehidupan masyarakat secara universal.

Semoga Allah SWT selalu memberi rahmat dan berkah kepada para pembaca tulisan singkat ini, Amiin........

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........

Gerakan Satu Juta Tinta Anak Nusantara






Sejak dahulu kala tinta sudah menjadi alat tulis dalam menggambarkan berbagai pengalaman hidup maupun dalam bentuk menerjemahkan beragam realita ditengah-tengah masyarakat. Sehingga keberadaan tinta sangat urgen bagi masyarakat dalam mengabadikan sebuah peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia maupun kehidupan alam. Karena dengan digambarkan melalui tulisan dapat menjadi sebuah bahan evaluasi dalam menatap masa depan selanjutnya.

Budaya tulis masa lalu melalui alat bantu yang masih sangat sederhana dibanding kondisi saat ini. Mengingat manusia masa lalu menulis di atas batu, dipelepah pohon maupun dikulit binatang, agar dapat di ingat dengan mudah dalam menyimpan beragam memori tentang peristiwa fenomena alam maupun kehidupan itu sendiri.

Zaman sudah mulai berganti dari era batu menuju tehnologi. Sehingga manusia saat ini dapat menulis melalui keyboard dan langsung terhubung menuju jaringan internet. Sunguh ini merupakan sebuah gebrakan revolusi informasi dan komunikasi diera keterbukaan.

Dunia tulis tak dipungkiri masyarakat barat maupun masyarakat timur tengah sudah lama mengenal dunia ini. Bahkan ribuan sebelum masehi mereka sudah mengenal dunia tulis dengan beragam variasi dalam dunia tulis menulis. Sehingga sangat wajar banyak ahli dari bangsa barat maupun timur tengah yang menelurkan para pemikir besar dalam membangun sebuah ilmu pengetahuan.

Keberadaan budaya tulis menulis bangsa barat maupun bangsa timur tengah sangat pesat perkembangannya. Bahkan sampai saat ini informasi dan komunikasi masih dikuasai bangsa tersebut. Mengingat kekuatan tulis dari bangsa barat maupun bangsa timur tengah masih mendominasi dibelahan bumi.

Gerakan satu juta tinta anak Nusantara merupakan sebuah gagasan, untuk menumbuh-kembangkan budaya tulis menulis dikalangan para pelajar, agar kedepan masyarakat Nusantara mampu berbagi informasi, bukan sekedar sebatas konsumen informasi.

Melalui gerakan satu juta tinta diharapkan anak Nusantara mampu melakukan berbagi informasi. Mengingat informasi masih dikuasai penuh bangsa barat, tentu sudah waktunya anak Nusantara mampu mengambil alih, untuk mengendalikan informasi maupun komunikasi di era keterbukaan saat ini. 

Nah! berangkat dari tulisan sederhana diatas, melalui gerakan satu juta anak Nusantara dalam melakukan aksi tulis menulis diharapkan mampu merespon sebuah perubahan positif, agar dalam menatap zaman semakin kuat dan tanggap dalam melakukan berbagai aksi dan reaksi secara cerdas.

Semoga Allah SWT selalu memberi rahmat dan berkah kepada para penulis muda Nusantara, Amiin..........

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........