Thursday 27 December 2012

Kaitan Nikah Siri Dengan Korupsi Liar Rp. 1,2 Trilyun di Lembaga KUA



Aktivitas berbagai tindak korupsi liar atau sering disebut dengan istilah: "pungutan liar" yang dilakukan Kantor Urusan Agama (KUA) masih sering terjadi ditengah-tengah realita kehidupan masyarakat, padahal lembaga KUA di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag), sudah seharusnya berkewajiban sebagai lembaga berbasis agama, untuk memberikan sebuah suri tauladan yang baik, bukan malah memberikan sebuah suri tauladan yang buruk bagi lembaga pemerintahan lain, agar bangsa Indonesia kedepan mampu terbebas dari segala bentuk tindak korupsi liar

Menurut dari berbagai sumber data tentang aktivitas tindak korupsi liar yang lakukan KUA tembus mencapai angka yang menakjubkan, yakni: berkisar sekitar Rp 1,2 triliun, kalau tindak korupsi liar ini terus dibiarkan, berarti bangsa Indonesia mengalami krisis moral di bawah titik nadir, maka sudah seharusnya pemerintah menindak tegas para oknum  KUA yang terlibat dalam segala bentuk tindak korupsi liar ditengah-tengah realita kehidupan masyarakat.

Modus korupsi liar biasanya dilakukan disaat ada sejumlah pasangan yang mendaftar ke KUA untuk menikah. Berangkat dari proses inilah biasanya para penghulu meminta jatah atau ongkos, padahal biaya sebenarnya hanya berkisar sekitar Rp 30 ribu, tetapi para penghulu nakal itu mematok tarif sampai tembus Rp 500 ribu, sungguh memperihatinkan lembaga KUA dibawah Kementerian Agama (Kemenag) saat ini, padahal kalau di akumulasikan dalam setahun ada sekitar 2,5 juta pasangan menikah. Kalau dikalikan Rp 500 ribu, hasilnya sekitar mencapai Rp 1,2 triliun pertahun.

Tindak korupsi liar makin marak terjadi ditengah-tengah realita kehidupan masyarakat, khususnya di dalam lembaga KUA, karena terjadinya sebuah tindak korupsi tak lepas dari aturan yang belum jelas dari lembaga peradilan, untuk mengatur tentang tindakan tersebut.

Penyebab korupsi liar sulit dihentikan, karena semua tak lepas terkait dengan sebuah budaya, apalagi sudah menjadi hal biasa, apabila sang calon mempelai memberikan ongkos bagi para penghulu, meski jumlahnya terbilang tidak sedikit, dan penyebab lainnya dari permasalahan geografis Indonesia yang sangat beragam. Mengingat banyak daerah pedalaman, baik berupa pegunungan maupun kepulauan yang tidak bisa dijangkau dengan mudah. Bahkan tak jarang para penghulu terpaksa menggunakan perahu atau transportasi lain, untuk menyeberang dari satu daerah-kedaerah lain. Sehingga transportasi membengkak dari anggaran sebenarnya, dari sinilah beban membengkak, dan menjadi lahan subur bagi para koruptor liar dengan modus "para penghulu meminta uang pesangon kepada sang calon mempelai saat melangsungkan hajat pernikahan".

Kaitan nikah siri dengan Korupsi liar Rp. 1,2 trilyun di lembaga KUA tak dapat dipisahkan ditengah-tengah realita kehidupan masyarakat, apalagi keduanya saling berkaitan antar satu sama lainnya, baik antara penghulu maupun dengan sang calon mempelai, karena disaat biaya pernikahan tinggi, maka bagi masyarakat miskin akan merasa keberatan saat melangsungkan hajat pernikahan di KUA. Sehingga dengan biaya tinggi dalam melangsungkan pernikahan di lembaga KUA, maka masyarakat miskin lebih memilih menikah siri sebagai jalan memuluskan dalam melangsungkan pernikahan.

Nikah siri sendiri biasa diistilahkan dengan "perkawinan siri", yang berasal dari kata nikah dan siri. Kata “siri” berasal dari bahasa Arab “sirrun” yang berarti rahasia, atau sesuatu yang disembunyikan. Melalui akar kata ini nikah siri diartikan sebagai nikah yang dirahasiakan, karena nikah siri berbeda dengan nikah pada umumnya yang dilakukan secara terang-terangan. Mengingat nikah siri merupakan sebuah pernikahan yang tidak tercatat secara resmi oleh lembaga pencatatan negara, dan sering pula nikah siri disebut dengan istilah: "nikah di bawah tangan".

Dari paparan diatas tentang korupsi liar yang dilakukan lembaga KUA, ternyata menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sudah saatnya peraturan mengenai korupsi liar ditengah-tengah realita kehidupan masyarakat, untuk secepat mungkin dibuat Undang-undang yang tegas, agar pemerintah melarang segala bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh para penghulu terhadap para sang calon mempelai di saat sedang melaksanakan hajat pernikahan.

Semoga Allah SWT memberikan jalan terbaik kepada bangsa Indonesia, untuk secepat mungkin keluar dari budaya korupsi ditengah-tengah realita kehidupan masyarakat, agar bangsa Indonesia mampu tegak berdiri di tingkat lokal maupun Internasional, Amiin.......

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)........