Oleh: Khoirul Taqwim
Kata seorang yang mengaku Humanis Aku pilih murtad atau tidak sama sekali tidak penting, asal mereka bisa saling mengasihi pada sesamanya sudah lebih dari cukup tanpa melihat sara. Inilah bentuk pertarungan antara orang yang mempunyai paham kemanusiaan ekstrim dengan paham religius, dalam paham kemanusiaan cenderung menekankan saling menguntungkan, walaupun itu jauh dari pandangan etika setempat (yang penting tdk ada yg dirugikan), sedangkan dalam agama ada kasih mengasihi, tetapi disitu juga ada kerangka yang saling mengatur satu sama lain, agar tidak timbul pelanggaran etika, jadi apabila ada penyerangan atau merasa diserang, maka wajib untuk bertindak dan mengambil langkah (kekerasan sekalipun), tetapi kita tidak boleh mengambil tindakan semena-mena tanpa melihat apa yang terjadi sebenarnya, sebab harus ada jalan penyeimbang dalam melakukan suatu gerakan.
Bahkan ada yang mengatakan orang murtad belum tentu karena tertekan oleh aturan religi, tetapi lebih kepada karena mereka menemukan kenyataan apa yang diajarkan dalam religi tidak sesuai dengan hati nurani dan akal sehat mereka. itu merupakan pernyataan yang bersifat subyektif dari seorang yang tak menemukan suatu pencerahan dalam religi, tetapi bagi orang yang dapat menikmati eksistensi religi sudah dpt dipastikan pernyataan itu keliru, seperti kita minum coca-cola, dari mana asalnya, jika itu membuat diri bahagia kenapa tidak di minum, walaupun tidak tahu apa yang sebenarnya terkandung dalam minuman coca-cola tersebut.
Sesuatu yang ekstrim apapun itu bentuknya, jika dipaksakan akan menyebabkan kerancuan yang ada dari keadaan tersebut, untuk itu perlu suatu penjernihan tentang apa yang sebenarnya terjadi, agar dapat menemuakan hakikat keadaan yang tepat, tidak bersfat emosional sesaat.
Dari tulisan ringkas di atas kita dapat berusaha menemukan suatu pencerahan dalam menempatkan suatu kondisi, agar dalam mengimplementasikan tidak keliru ditengah-tengah langkah nafas kita.
Kata seorang yang mengaku Humanis Aku pilih murtad atau tidak sama sekali tidak penting, asal mereka bisa saling mengasihi pada sesamanya sudah lebih dari cukup tanpa melihat sara. Inilah bentuk pertarungan antara orang yang mempunyai paham kemanusiaan ekstrim dengan paham religius, dalam paham kemanusiaan cenderung menekankan saling menguntungkan, walaupun itu jauh dari pandangan etika setempat (yang penting tdk ada yg dirugikan), sedangkan dalam agama ada kasih mengasihi, tetapi disitu juga ada kerangka yang saling mengatur satu sama lain, agar tidak timbul pelanggaran etika, jadi apabila ada penyerangan atau merasa diserang, maka wajib untuk bertindak dan mengambil langkah (kekerasan sekalipun), tetapi kita tidak boleh mengambil tindakan semena-mena tanpa melihat apa yang terjadi sebenarnya, sebab harus ada jalan penyeimbang dalam melakukan suatu gerakan.
Bahkan ada yang mengatakan orang murtad belum tentu karena tertekan oleh aturan religi, tetapi lebih kepada karena mereka menemukan kenyataan apa yang diajarkan dalam religi tidak sesuai dengan hati nurani dan akal sehat mereka. itu merupakan pernyataan yang bersifat subyektif dari seorang yang tak menemukan suatu pencerahan dalam religi, tetapi bagi orang yang dapat menikmati eksistensi religi sudah dpt dipastikan pernyataan itu keliru, seperti kita minum coca-cola, dari mana asalnya, jika itu membuat diri bahagia kenapa tidak di minum, walaupun tidak tahu apa yang sebenarnya terkandung dalam minuman coca-cola tersebut.
Sesuatu yang ekstrim apapun itu bentuknya, jika dipaksakan akan menyebabkan kerancuan yang ada dari keadaan tersebut, untuk itu perlu suatu penjernihan tentang apa yang sebenarnya terjadi, agar dapat menemuakan hakikat keadaan yang tepat, tidak bersfat emosional sesaat.
Dari tulisan ringkas di atas kita dapat berusaha menemukan suatu pencerahan dalam menempatkan suatu kondisi, agar dalam mengimplementasikan tidak keliru ditengah-tengah langkah nafas kita.